Sabtu, 10 Agustus 2019

Aku dan Kisahku

Halo, kali ini aku nulis sambil berdiri di bus jalur Jember-Banyuwangi. Biasanya sih kalo naik bus  seringnya teler. Enggak pun hape disimpan. Selain takut ilang juga gampang pusing kalo main hape di bus. 

Ini kali ketiga naik bus dapat berdiri. Pertama, pas daftar ulang PTN. Inget banget waktu itu berdua doang sama sepupu. Belum biasa naek bis. Eh malah dapat berdiri. Di tengah perjalanan, baru dapet satu tempat dan kongsi sama sepupu. 
Kali kedua ya hampir sama kayak sekarang. Pas malam takbiran. Buh, itu bus udah penuh banget! Apalagi waktu itu malam kan. Aku berdua sama temen. Mujur nasib dia. Di tengah perjalanan ada yg turun di sebelahnya dan dia duduk di situ. Sambil merasa kasian sesekali dia noleh ke aku yang terus berdiri sampe terminal terakhir. Hiksss.

Nah, untuk sekarang ini aku mengantisipasi agar tidak penuh macam dulu. Jadi berangkat pas matahari masih nampak. Heladalah, ternyata sama saja. Sat! Tapi nggak tahu kenapa, meski dapat berdiri aku santai. Nggak sebel-sebel banget kayak dulu. Apalagi lihat banyak orang berkumpul dengan berbagai kepentingan dan latar belakang. Malah bisa main hape begini. Sesekali mainin Candy Crush juga. Seneng aja gitu bisa survive. Lebay ah! 

Aku nih sebenernya pemabuk (bukan minol loh ya). Nggak pernah naek kendaraan umum tanpa orang tua. Dari kecil tiap mudik ke Jombang tiada pernah tak mabuk. Bahkan sekedar wisata religi ke kota aja teler--untung waktu itu didampingi kakak. 
Awal berpergian tanpa ortu dan mengharuskan mandiri adalah ke Jogja. Waktu itu masih SD. Yah, seperti perjalanan pada umumnya sih. Dan tidak mabuk adalah hal yg lebih menyenangkan dari berwisata. Bayangan mabuk perjalanan saat berwisata adalah sesuatu yang pak-puk. Kadang diri malah merugi rasanya.

Selanjutnya ya study tour lagi. Ke Jogja lagi. Pas SMP. Anehnya aku tidak apa-apa lho. Sama sekali nggak mabuk. Padahal sebelum ke Jogja yang kedua itu, aku ke Bali sama bapak, ke Surabaya sama Bapak dan kedua-duanya mabuk parah.

Ketika masuk SMA, beberapa kali ke luar kota untuk lomba marching band. Pertama ke Probolinggo, duh itu perjalanan paling bermasalah selama ini. Gegara makan snack jagung mabuk disepanjang perjalanan. Bahkan, di Probolinggo sana selama tiga hari nggak bisa makan apa-apa karena mual. Untung waktu itu cuma jadi tim hore. Selanjutnya lomba kejurprov di Madiun. Its okay. Aku baik-baik saja. Begitupun saat lagi-lagi study tour ke Jogja. 

Haish, ini tadi sudah turun bis. Sudah nggak berdiri, sudah sampai di rumah dan sudah jadi besok. Sekarang bukan kemarin. Oiya, kemarin di perjalanan ketemu sama mbak-mbak sekret tetangga. Kebetulan dia kakak kelas SMAku. Tapi kita nggak pernah kenal sebelumnya. Dan mujur, mbak itu langsung dapat duduk gitu. Meski di depan deket pak sopir paling nggak untunglah ya. Nggak apa-apa sih. Nanti kalo mbaknya ikutan berdiri dan ternyata noob malah kesian.

Gitu aja kali ya, curahan hati kali ini. Aku nggak sempet cerita tentang bapak asongan atau pengamen yg saking seringnya aku naik bis jadi hafal wajahnya. Enggak juga tentang dilema angkot K yg kayak korek api--pas dibutuhkan ilang, pas ga dibutuhin nongol terus. Juga tarif perjalanan PP yg setara tiket bioskop sama doi. Dan masih banyak lagi potongan cerita-cerita di dalam bus. Mungkin di lain kesempatan. Mungkin.

Eh iya, sebenernya ada hal lain yang ingin banget aku tulis. Hal yang sulit untuk diceritakan ke siapapun. Sebuah fakta kalo di lingkar pertemanan banyak hal yang bias. Hal yang membuat seakan-akan diri menjadi bodoh dan bilang "oh", sambil misuh-misuh. Dan kalo salah pilih teman diskusi bisa malah nyakitin hati. Tapi karena belum sempat dan kebetulan kemarin nulis ini di bus, ya ini dulu. Juga, kemarin di perjalanan kepikiran tentang konsentrasi kuliah. Kalo aku bisa nyelesaiin bacotan ini, maka aku bakal stay di sastra. Dan kalo enggaaaa... tetep usaha buat nyelesaiin sih. Hehe. Ini buktinya. Emang terkesan asal-asalan, tapi yaudahlayaa. Hehe.