Dari kemarin, Redmi 5A-ku, benda yang paling kusayangi selain laptop, baterainya eror. Ya, kalau sudah tidak sehat sih dari lama. Cuma nggak pernah tiba-tiba mati pas masih 30-an persen. Tapi, ya nggak apa-apa. Aku mencoba sabar karena hal-hal macam itu sering terjadi. Tinggal di-charge saja kan?
Masalah lain muncul karena tombol powernya nggak begitu berfungsi. Biasanya memang aku harus mengeluarkan segenak tenaga dan teknik tertentu agar bisa menyala. Tapi, kali itu tidak. Kuku jempol yang bahkan harus kupotong dulu untuk menekannya, sampai sakit sekali. Akhirnya aku menyerah. Mencari hack lain yang ternyata ada. Bisa. Mujur. Meski tombol volume juga oglak-aglik, namun yang bagian atas masih sedikit bisa. Akhirnya hapeku bisa menyala.
Aku harus menunggu berjam-jam agar penuh karena chargernya juga busuk. Kalian mungkin pernah lihat kabel charger yang bagian atas, kepala, dan bagian dekat tembaganya, ekor, hampir patah. Tapi, pernah tidak lihat bagian tengah-tengahnya hampir serupa begitu? Nah, punyaku begitu. Padahal aku sangat memperhatikan barang-barangku. Bukannya yang enggak peduli. Tapi, ya sudah lah. Terima saja.
Aku sedikit membatin. Meski panik, tapi aku tidak begitu frustrasi. Ya, kesal sih sampai-sampai mengurungkan banyak hal. Lebih tepatnya, melakukan tapi tidak progres. Lagi. Alias, pikiranku sudah terpenuhi banyak hal. Sebelum kejadian itu pun, laptopku sempat hang saat awal membukanya. Tools bar tidak muncul. Bukan pertama kali sih. Tapi, sempat agak panik karena lama sekali. Pada akhirnya semua kembali normal. Aku pun berpikir jika hapeku nanti akan normal.
Sebelumnya, aku memforsir hapeku untuk memindahkan beberapa file ke drive, juga menghapus file-file lain yang sudah kupindahkan ke laptop. Mungkin dia kelelahan ya. Tapi, setelah istirahat lama pun, paginya, tadi pagi agak subuh, pas aku bangun tiba-tiba hapeku mati lagi. Padahal masih 40an persen. Aku mencoba sabar dan berpikir positif. Apa susahnya nge-charge dan nyalain lagi? Ya, emang susah sih nyalainnya. Tapi, yasudah lah. Aku menunggu baterai sedikit terisi sekitar satu setengah jam sambil melanjutkan tidur. Udah nih, udah bangun lagi dan udah agak kesisi, hack tombol up volume nggak nyala. Berkali-kali dicoba sampai kukuku sakit semua, akhirnya bisa. Oke, moral value jangan nyerah.
Pas nyala dong... Ruang penyimpanannya lega banget. Satu giga lebih. Aku nggak lagi takut kalo ada data yang ilang karena pernah kek gini. Entah gimana, tapi penyimpanan yang lega itu berkebalikan sama perfoma yang jadi lemot. Ya, sebelumnya lemot juga sih. Jadi, bisa bayangin kan, seberapa lemotnya. Aku nggak mungkin membiarkan itu. Cara untuk memperbaikinya adalah dengan menonaktifkannya lagi. Artinya mematikan lagi. Itu sudah beberapa kali kulakukan. Masalahnya, biasanya itu, aku kesulitan saat mematikannya karena tombol power tadi. Kalau untuk menyalakan sih pasrah sama alarm yang kusetting di waktu tertentu agar otomatis bangun. Jadi, gimana dong?
Okay, aku menunggu sampai hapeku mati sendiri saja. Cuma terisi 40 persen. Dan di belasan persen benar mati. Kutunggu lagi sampai bangun sendiri sambil di-charge karena sudah kuset alarm sebelumnya. Berhasil. Bloopnya lamaaaa sekali. Tapi, akhirnya balik normal. Aku masih takut tiba-tiba bermasalah lagi. Tapi, ya sudah. Belajar bersyukur. Untung nyala. Untung balik lagi.
Sebenarnya, aku sudah tidak sering berinterkasi denga hape itu karena performanya yang demikian membuatku lebih nyaman sama laptop. Masalahnya, aku perlu dia untuk memesan gojek. Aku takut tiba-tiba mati saat akan memesan sedang aku harus buru-buru ke stasiun. Apalagi, mengingat jika kemungkinan dapat tiket berdiri karena biasanya pun, meski membeli lewat KAI Access, sudah kehabisan tiket. Tapi, ternyata semua berjalan lancar. Meski agak gupuh karena tamu bukos buanyak banget di depan sedang aku kudu sepatuan dan ditunggu gojek, dan... hey helm. Aku ingat helmku saat Mas Gojek ngasih helm kepadaku. Alhamdullilah. Btw, nama lengkap Mas Gojeknya mengingatkanku sama seseorang. Inisalnya, MAR. Aku pengen banget nyebutin nama, tapi takut kena UU ITE. Eh, bisa dipidanakan nggak sih nyebut nama orang lain, literally orang lain, di blog begini?
Cukup bahas gojeknya. Di stasiun, aku dapet tiket dong. Dan banyak orang lain di belakangku dapet. Aku bahkan masih di gerbong 1 alias banyak yang kosong pasti. Pikiran semacam, 'tau gitu berangkat agak belakangan biar nggak nunggu lama begini,' ya aku berangkat satu jam lebih sebelum keberangkatan, seperti biasa. Tapi, aku buru-buru menepis pikiran itu. Bersyukur aja, dapet tiket. Dan menunggu kali itu, aku bener-bener nggak ngapa-ngapain. Nggak buka laptop atau hape. Nggak ngobrol sama orang juga, kayak tempo hari. Itu berlanjut sampai di stasiun pemberhentian.
Dan kelanjutannya adalah ketika masku muncul di detik-detik saat mataku berair itu. Rasanya lega. Ya, meski agak cemas kalo Masku bertingkah dengan mengajak ngobrol pembahasan yang memuakan--atau menyedihkan. Namun, dia malah membahas tentang ketidakadilan yang dirasakan petani. Dia kecewa karena pupuk subsidi terbatas dan hanya di tempat-tempat tertentu. Dia juga membahas kasus Sambo. Membicarakan banyak hal tentang hukum dan pemerintahan. Tidak biasanya. Tidak menyenangkan pula. Tapi, tidak apa-apa. Setidaknya tidak menyinggung hal-hal tentang diriku, atau tentang dirinya. Itu cukup.
Mas juga memintaku memilih, nasi goreng atau mie ayam. Kubilang tidak bawa uang. Dia bilang dia yang bayar. Sebenarnya, aku lebih ke capek pengen langsung pulang. Tapi, aku menurut dan bilang terserah. Dia bilang kalau nasgor ya di nasgor seafood dekat pertigaan. Tempat langganan almarhumah mbak sepupu kami. Aku iya iya saja. Tapi, mas malah muter-muter nyari trabasan yang berakhir kami balik ke SMANSA lagi. Jadi, kami lewat jalan utama. Dan kekhawatiran mas terjawab saat nasgor seafood itu tutup. Aku agak sedih juga sih, gagal bernostalgia dengan kenangan mbak.
Selanjutnya mie ayam langganan mas di perliman Jajag. Meski belum makan siang, jujur saja aku tidak sangat lapar. Lebih ke lelah. Aku berdoa dalam hati, semoga tutup. Maghrib sudah terdengar saat kami mengobrolkan tentang Sambo memasuki Jajag. Kalaupun dibungkus, pasti menunggunya lama sekali. Mie ayam kan lama emang. Apalagi tempat itu ramai. Sebelum sampai di tempat Mie Ayam, aku sempat menyebut nasgor langganan mas yang tendanya kami lewati dan terlihat lenggang. Ya siapa tahu berubah pikiran dan beli di situ saja. Setidaknya, tidak antri. Tapi, Mas bilang rasanya sudah beda. Ah, aku tidak peka terhadap perbedaan cita rasa begitu. Dan ternyata saat masku mau menyeberag ke warung Mie Ayam langganannya itu, di sana juga tidak buka. Asa! Sebelum dia membelokkan arah kembali ke area kota, aku bilang tidak usah nyari yang lain. Keburu habis Maghir.
Akhirnya motor lurus menyeberang. Tidak, tidak langsung pulang ke rumah. Dia masuk pasar sore. Mau beli Kentaki katanya. Ya Tuhan. Biasanya dia selalu mampir ke pasar saat menjemputku, untuk beli cilok. Dia juga sudah hapal seluk pasar karena sering berbelanja dan kadang menjual hasil kebunnya di sana. Tapi, dia lurus terus sampai bakul-bakul itu habis dan ia berhenti di rombong warung yang kosong. Tak ada Kentaki. Dia kecewa.
Aku yakin Mas nggak lapar. Mungkin karena kasihan melihatku menunggu dia begitu lama. Aku sudah lama tidak diperlakukan seperti itu. Aku kangen dimanja. Aku tidak hanya kangen Bapak. Aku sering kangen masa-masa seperti ini bersama Mas. Aku punya Ibuk yang selalu mensuportku, tapi tidak ke hal-hal romatis seperti itu. Ya, kuanggap itu romantis. Sehaus ini aku pada rasa kasih sayang yang demikian. Memang ya, rindu ke sosok yang masih hidup itu tidak lantas tidak lebih menyakitkan dari rindu pada sosok yang sudah tiada. Aku sangat mengapresiasi sebuah niat baik.
Setelah kubilang keburu Maghrib, mas melajukan motornya kencang. Aku agak ragu untuk memegang switernya. Sudah lama sekali aku tidak memeluk erat pinggang seseorang. Selain mas-masku saat mereka mengebut, ya bapak. Aku sangat ingin dibonceng dengan motor bapak. Dan setelah bapak pergi, kemungkinan hal itu terjadi sangat sedikit. Aku tidak minder kemana-mana naik motor jadul bapak. Tapi, rasanya memang lebih nyaman kalau bersama bapak.
Sial jadi nangis. Duh, kan niatku bersyukur.
Melewati nasgor langganan yang dekat rumah, Mas bilang kalau nanti tidak ada makanan kita beli saja di sana. Aku mengelak seperti sebelumnya kalau hari ini ibuk rewangan dan pasti banyak makanan. Tapi, ya sudahlah kuiyakan saja. Dan ternyata sampai rumah benar banyak makanan dan jajan. Tidak hanya hari ini, kemarin-kemarin juga ada saja yang punya hajat. Jadi ya banyak makanan.
Aku lega sampai rumah. Aku bersyukur melewati hari dengan penuh rasa syukur. Kembali mengingat hal remeh. Andai aku tadi berangkat pup di lantai bawah lebih dikit, pasti nggak nyaman karena ada tamu-tamu baru pak kos. Andai aku mandi terlebih dahulu sebelum Jumatan dimulai, pasti aku merasa tidak aman di kamar mandi karena rombongan anak-anak baru juga... mas kos yang menunjukkan kamar di lantai 3 karena bukos pergi. Ah, jangan lupa promo gojek yang dapat diskon 10k kalau pakai gopay. Sisa saldoku ngepas banget sama biayanya. Untung banget.
Banyak kok hal-hal yang bisa disyukuri hari ini. Meski Nasi Jinggo yang nggak lebih enak dalam banyak aspek dari Nasi Jagung, atau chat mengecewakan dari seorang temen, dan hal-hal menyebalkan yang untungnya tidak kuingat-ingat lagi, ada banyak hal yang sangat bisa disyukuri. Pun, kejadian-kejadian buruk di masa lampau, pasti bisa dicari sisi baiknya. Meski itu kadang terkesan seakan mencari pembenaran saja. Tapi, jika bisa membuat diri ini lebih baik, sepertinya tidak apa.
Ya sudah, sudah hampir tengah malam. Aku harus istirahat.