Halo dan hai! Selamat malang! EH, TYPO. Yaudahlah.
Aku nggak sedang ingin nulis atau cerita. Tapi, tangan ini tiba-tiba buka laptop. Alih-alih buka sosmed, aku menuju blog dan ya.. aku nulis.
Kalo ditanya mau nulis apa, rasanya banyak unek-unek yang pengen kumuntahkan. Tapi, aku nggak punya cukup kekuatan untuk merangkai kalimat dan mengingat. Lalu, aku coba nengok ke belakang. Ke tulisan-tulisan di blog ini sebelumnya. Ternyata, aku punya utang tulisan dan tulisan lainnya juga berkaitan.
Ini tulisan pertama di bulan ini. Bulan kemarin, ada tiga tulisan. Salah satu tulisan, ada yang berhubungan dengan satu-satunya tulisan di bulan sebelumnya lagi. Dua tulisan yang lain, sekedar pelepasan dari penat di waktu itu.
Di satu-satunya tulisan di bulan September, aku bertanya-tanya (sih keinget cepmek) dimana aku menemukan kalimat "Setiap September aku jatuh dan memutuskan cinta." Kukira sekedar caption, ternyata itu adalah awal mula tulisan di THROWBACK 9. Ini jadi menggelikan ketika aku tidak bermaksud memposting THROWBACK 9 untuk melanjutkan atau mengingatkanku tulisan di bulan September itu. Sekedar... memposting saja. Mengenang masa itu yang membuatku lagi-lagi tersadar pernah merasakan yang demikian. Itu sudah lama dan melewati berbagai hal untuk sampai di waktu ini.
Di tulisan di bulan September itu, aku berjanji akan melanjutkan. Tentang kisah cinta di bulan September tahun 2021 dan 2022. Aku sempat lupa sampai barusan melihatnya. Untuk kembali ke bulan September tahun ini saja, rasanya berat, apalagi kembali ke bulan September 2021? Tapi, tak apa lah. Hal yang mengusikku akhir-akhir ini juga nggak jauh-jauh dari masalah perasaan. Baik, mari kembali ke tahun 2021.
Wow, aku baru menjelajah September 2021. Bulan September tahun itu, aku terlihat damai. Bersenang-senang dengan berbagai drakor dan sesekali flashback ke hal-hal di masa lalu. Hari-hariku dipenuhi kenangan. Belum mulai ngerjain skripsi dan kayaknya masih berusaha ngelanjutin THROWBACK dan bikin beberapa outline tulisan. Oh, pantes ya banyak flashback, selain THROWBACK pun ya tulisannya tentang masa lalu sih.
Terlihat damai, nggak bener-bener damai. Bulan itu, aku nggak mungkin sempet ngurusin cinta-cintaan. Ya meski nggak ada noise atau signal yang muncul juga. Waktu itu, aku baru ngelewati masa krisis yang jangan sampai keulang. Satu-satunya duniaku hampir ilang. Dan berbagai hal menyesakkan datang bertubi-tubi.
Tapi, di keseluruhan hal-hal yang terjadi di bulan itu. Ada satu masa dimana aku tidak hanya mengenang hal-hal menyenangkan, juga menyesakkan. Tentang perasaan, hahaha. Ada satu masa di bulan itu, aku teringat kata-kata yang menyesakkan hati. Aku nggak nyangka jika hal itu jadi trauma. Ya, iya sih ya. Omongan jelek temen-temen di sekolah aja masih berbekas di ingatan.Apalagi tentang itu yang jauh lebih seger masa itu. Meski di September 2020 aku bilang aku sudah lega, aku baik-baik saja, sesaknya sesekali masih muncul.
Untungnya, masa itu aku bisa mengelola stres. Drakor dan masalah keluarga bisa mengalihkan dari perasaan-perasaan menyebalkan itu. Ada krenteg yang sulit kujelaskan. Ada rasa ingin melawan situasi dan diriku saat itu. Tapi, aku hanya berdiam. Tidak melakukan usaha apa-apa untuk krenteg-ku tadi. Melalang mencari pekerjaan ini-itu untuk menghasilkan uang dan mengisi waktu. Hidup yang sebenernya sulit, namun kelihatan keren. Kelihatannya.
Wow, aku skip tulisan ini selama 10 hari. Apa masih ingat mau lanjut nulis apa? Hahaha.
September 2021, aku menjadi saksi teman-teman yang sedang jatuh cinta. Tidak semuanya berlabuh, tapi ungkapan perasaan mereka seperti menamparku. Bisa ya orang-orang tahu kalau dirinya sedang jatuh cinta? Bisa ya mereka mengakui itu dan yakin atas perasaannya? Apa yang ada di pikiran mereka saat memutuskan mengatakannya? Aku belajar banyak. Lebih-lebih, untuk tetap menjadi diriku yang begini ini.
aku lupa mau nulis apa wkwk
Hahaha aku men-skip lagi sampe sekarang. Entah berapa lama pokoknya aku mulai nulis ini awal November hahaha.
Oke lanjut. Masih di 2021 ya. Melihat kisah temen-temen, kayaknya udah cukup buatku nggak jatuh cinta. Minimal, menghindar dari yang namanya cinta. Berat gais. Rumit. Bikin nyeseklah pokoknya. Terus apa ya? Duhkan, lupa. Pokoknya September kemarin, ngetik-ngetik-ngetik. Ya nulis fiksi, ya nulis non fiksi, ya nyari duit. Pokoknya ngetik terus sampe lupa prihal cinta-cintaan.
Tahun ini, aku juga kerja. Sama-sama part time. Kalau dulu full online, sekarang full offline (kecuali koordinasi). Kerjaan yang baru kutahu dan sangat-sangat menguras tenaga dan emosi. Berawal di bulan Agustus dan baru jalan September. Saat-saat menunggu kerjaan itu, iseng aku main Slowly lagi. Aplikasi surat-menyurat yang dikenalkan seorang teman dua tahun lalu. Aku tidak seaktif dia karena tidak ada respon menyenangkan dari sana. Mungkin aku kurang sabar ya karena namanya saja Slowly. Ternyata, saat kubuka akunku lagi, ada sebuah surat dari Italy. Seorang perempuan. Berbekal google, aku bersemangat membalas pesannya. Namun, tak ada balasan setelah pesanku sampai beberapa jam kemudian. Tak ada tanda-tanda dia aktif juga karena terakhir dilihatnya dua bulan sebelumnya. Baiklah.
Aku mulai mengeksplorasi Slowly. Mencari-cari teman yang minat dan zodiaknya cocok. Ya, selain minat dan identitas diri, di Slowly juga ditunjukkan zodiak masing-masing. Oh, juga lokasi. Kebanyakan yang lewat berandaku ya orang-orang Asia. Tentu pula aku memilih orang-orang Korea untuk menjadi teman pena. Seingatku, ada dua orang Korea yang kukirimi pesan. Orang pertama merespon beberapa minggu kemudian, berkata jika dia tidak tertarik menjadi sahabat penaku. Orang kedua tidak membalas sama sekali. Sepertinya, dia tidak berminat membaca suratku karena berbahasa Inggris. Mirip LinkedIn, Slowly juga menunjukkan preferensi bahasa yang dikuasai. Nah, orang itu hanya menuliskan bahasa Korea saja. Ya, begitulah.
Salah satu orang yang muncul di suggest pertemanan, ada yang tanggal lahirnya sama denganku. Hanya beda tahun. Dia satu atau dua tahun lebih muda dariku, lupa. Aku buru-buru mengiriminya pesan. Hanya menyapa dan mengatakan jika tanggal lahir kami sama. Sekedarnya. Sampai beberapa hari kemudian balasan muncul. Aku sampai tidak ingat pernah mengirim pesan terlebih dahulu jika tidak membaca history suratku saking banyaknya aku mengirim surat ke stranger. Dan dari beberapa itu, orang yang kubilang tanggal lahirnya sama denganku tadi yang lumayan lama berkirim pesan.
Awalnya hanya membahas kegiatanku dan kegiatannya. Menceritakan arti nama kami masing-masing. Bertukar judul novel dan film kesukaan. Dia seorang dokter dan referensi novelnya tidak jauh-jauh dari genre kesehatan. Dia juga menonton drama Korea. Tentu saja bergenre rumah sakit. Dia menyebutkan Hosplay. Aku balas jika dia pasti akan suka Dr. Romantic. Iya, dia juga menonton drama itu dan memang suka. Kalau tidak terkendala bahasa, mungkin aku bakal menulis banyak tentang drakor.
Dia suka Thomas Shelby di Peaky Blinders. Aku tahu series itu, tapi tidak suka tontonan 'gelap'. Namun, karena pengaruhnya aku sampai menonton series itu. Tanpa paksaan dan aku juga tidak merasa terpaksa. Dia juga memberiku semangat ketika aku mengeluh atas diriku yang masih gini-gini aja di usia ini. Jika membandingkan dengan dirinya, aku kalah jauh. Tapi, bukan itu poinnya. Dia seperti mengerti keadaanku, padahal waktu itu aku belum bercerita tentang masalah-masalah yang ada di hidupku. Kata-katanya manis dan mudah dipahami, padahal bahasa ibunya bukan bahasa Inggris. Level bahasa Inggrisnya nggak sebanding sama bahasa Inggrisku. Aku juga meminta maaf atas hal itu. Katanya, nggak apa-apa. Dia malah memuji. Ah, kami saling memuji. Hohoho, kayak My Liberation Notes ya. Ah, drakor lagi. Kalo kata dia, nggak apa-apa bahas drakor banyak-banyak juga.
Pesan terakhir yang dikirimnya sangat-sangat menyenangkan untuk dibaca. Tiap kalimat berisi pesan yang menyiratkan pujian. Aku senang. Tapi, bingung harus membalas apa. Dia baik, dan aku sudah bilang dia baik. Terus, apa? Membalas surat, nggak sama dengan bales chat. Lebih kayak nulis blog begini. Dan aku harus menerjemahkannya ke bahasa Inggris dahulu. Aku perlu waktu. Sialnya, saat itu pekerjaanku sedang gencar-gencarnya. Jangankan menulis surat, membuka sosmed saja aku nggak sempat. Saking banyaknya pikiran, aku tahu jawaban apa yang akan kusampaikan padanya. Prihal pertanyaannya tentang bapakku, atau melanjutkan membahas drakor? Aku juga ingin membahas penanganan pandemi di negaranya yang terkenal bagus. Aku mengurungkan pertanyaan itu jauh-jauh hari karena kurasa agak berat. Dan aku perlu menyampaikan padanya terkait pekerjaan paruh waktu yang sibuk dan menyiksa itu. Aku bingung harus menulis dari mana. Sampai, setelah pekerjaan itu selesai kemudian, aku membalasnya. Tidak begitu panjang, tapi lebih panjang dari surat-suratku sebelumnya. Dan hingga kini, surat itu masih centang satu alias belum dibaca.
Saat aku mengirim surat itu, dia sudah tidak terlihat aktif lebih dari seminggu. Dan sekarang, saat kulihat lagi, itu sudah dua bulan yang lalu. Surat terakhirnya malah tiga bulan yang lalu. Aku jadi rindu. Saat-saat menunggu kemunculannya lagi, surat demi surat berdatangan. Biasanya, aku yang mengirim pesan terlebih dahulu, seperti pada dia tadi. Tapi, kali itu aku tidak ada niatan sama sekali. Orang-orang yang berkirim surat sebelumnya juga jadi menyebalkan. Entah, rasanya tidak semenyenangkan bersurat dengan dia. Beberapa lain, yang menyurati terlebih dahulu, juga sama tidak menyenangkan. Ada saja yang tidak kusuka dari tulisan atau preferensi mereka.
Aku juga dapat sahabat pena dari Indonesia. Ada beberapa dan salah satu yang paling kuingat dan lumayan sering bertukar surat adalah seorang mas-mas gojek yang tinggal di Jabodetabek. Lebih ke saling sambat sih. Tapi, pada akhirnya aku malas membalas surat-suratnya lagi. Entah, ada kejenuhan bahkan di aplikasi yang harusnya sangat kusukai. Berinteraksi dengan tulisan, seperti aku saat ini. Saat ini, ada beberapa pesan baru masuk yang belum kubuka. Sudah sebulan mungkin. Ada yang dari luar negeri dan Indonesia. Tapi, aku malas. Malas berkenalan dengan orang baru. Padahal aku sadar hal itu mungkin akan bermanfaat di masa depan. Koneksi. Entahlah, aku lelah.
Menceritakan kisah hidupku yang panjang ini, sangat melelahkan. Aku bukannya malu atau takut, hanya capek. Perlu tenaga dan emosi. Iya, kalau orang-orang itu menetap, kalau tidak? Aku juga tidak bisa berkenalan dengan orang begitu saja tanpa menunjukkan diriku sebenarnya. Aku tidak setertutup itu. Apalagi jika mereka juga terbuka. Aku akan dengan senang hati membuka diri. Meski aku tetap punya batasan.
Hal itu juga terjadi pada seseorang yang bersamaku selama bekerja part time itu. Dia... ah akan sangat panjang untuk dijelaskan. Bahkan akan lebih panjang dari keseluruhan blog yang sudah kutunda-tunda ini. Yang jelas, orang itu sangat terbuka, sepertinya. Aku pun demikian. Tidak, aku tidak meyesal berbagi cerita kepadanya. Namun, fakta jika aku berbagi kenangan bersama dia selama lebih dari seminggu di banyak tempat yang menjadi ganjalan. Dia baik. Namun, ada banyak hal-hal yang membuatku sakit kepala. Hal yang mungkin sebenarnya biasa saja, namun menjadi berbeda ketika berkenaan dengan diriku. Sungguh menyebalkan mengingatnya. Saat bertemu langsung, kami sangat nyambung. Saat lewat chat, sangat banyak cacat.
Dia pernah bilang memang tidak suka menulis, padahal dia sangat cakap. Jika ada masalah atau hal serius yang dibahas, dia langsung menelpon. Dan ya, memang semua orang punya keahlian masing-masing. Aku tidak masalah karena itu urusannya, selama tidak menganggu komunikasi kami. Hanya saja, itu semakin menyadarkanku jika aku suka orang-orang yang bisa menulis. Aku yang mengira diriku tidak judging ini, menilai segala hal lewat tulisan. Baru saja, aku mengobrol dengan seorang teman tentang orang-orang terdekat kami, dan ya, kesimpulan itu semakin bulat.
Selama aku menjalani hidupku yang hanya seperti itu, kisah cinta teman-teman juga mengisi hariku. Jika tahun lalu ada hati-hati yang terluka, maka hati itu sekarang telah sembuh. Jika tahun lalu ada hati yang masih hangat saja, sekarang hati itu telah meleleh dalam suka cita. Jika tahun lalu ada yang mulai mencinta, tahun ini keduanya telah terpisah jauh. Dan jika tahun lalu ada hati yang selalu merasa redup, kali ini redupnya kembali meski sempat ada bara. Ragam kisah cinta membuat hariku selalu ramai dan sibuk. Sayangnya, aku lupa kabar hati dan perasaanku sendiri. Aku kembali menulis dan menulis. Sesekali membaca sedikit hal yang membuatku merasa lega. Berpindah dari media ini ke media itu. Dari teks rekreasi ke teks ambigu.Tulisan serius dan yang hanya sekedar membuang pikiran. Aku suka menulis, sangat.
Seperti halnya rasa suka lainnya, mungkin aku pernah bosan dan muak. Namun, itu tidak membuatku berpaling. Saat senang dan sedih, aku kembali menulis. Meninggalkan catatan-catatan agar bisa terkenang. Atau mungkin sebagai bekal untuk siapapun orang yang akan menemaniku di masa depan, agar aku tidak repot-repot bercerita ulang tentang hidupku, hahaha. Tidak, aku tetap suka bercerita, kok.
Aku jadi ingat, sempat membayangkan punya pasangan yang sama-sama suka menulis. Lebih-lebih kalau dia memang seorang penulis. Pasti menyenangkan mendengar keyboard kami saling beradu. Atau kertas-kertas yang penuh coretan kami. Lalu, saat lelah dan kembali pada kenyataan, ada dia yang nyata. Iya, itu selintas angan yang baru kuingat.
Ah, kalau begini, apa aku jadi punya kriteria? Kayaknya nggak juga deh ya. Negosiasi. Eh, kok jadi merembet ke mana-mana. Hiks kata 'merembet' mengingatkanku pada keyboard laptop yang eror kemarin lusa. Ah, itu pembahasan lain lagi. Duh, panjang banget tulisan ini. Tapi, nggak apa-apa, draf sebulan woi. Ya kali nggak panjang.
Terus, setiap September, aku jatuh dan memutuskan cinta?
Ini ambigu banget. Jatuh sih iya, memutuskan cinta yang ambigu. Memutuskan cinta, bukan memutuskan untuk cinta, tapi memutuskan diri dari cinta. Jadi, ya setelah aku jatuh di bulan September, aku memutuskan untuk putus dengan cinta di bulan itu juga. Sejauh ini sih begitu. Kebanyakn terjadi di bulan September. Selain tahun ini kali ya. Kalau nggak jatuh, ya putus, gitu dah. Cuma karena aku jatuh seorang diri, maka aku putus juga sendiri. Yiksss, definisi jomblo ngenes kah? Nggak. Ini cuma caraku aja. Udah gitu.
Apa lagi ya?
Ya, karena hampir Desember dan aku lagi stres, semoga Desember bersahabat lah ya. Semoga aku sembuh dari segala rasa yang aneh ini. Semoga juga aku nggak capek sama hidupku, pun temen-temen juga nggak capek punya teman kayak aku.