Sabtu, 18 April 2020

Aku dan Kisahku


Aku dan Kisahku part 3

Hai. Hai. Hai.

Beberapa hari ini, diriku, yang kupikir telah baik-baik saja, menjadi tidak begitu baik. Sangat. Aku dan kabar-kabar buruk yang silih berganti muncul, saling sikut hingga akhirnya kami sama-sama berjabatan. Ah, menggila. Semua biasa saja. Hanya rindu. Titik.

Sebenarnya sehari setelah part sebelumnya tertulis, masalah lain terjadi. Ya memang, asal muasal niat menulis itu adalah pengalih perhatian dari kisah melulu tentang ayah. Tapi tidak dinyana, beberapa hal buruk lain terjadi. Ya, meskipun pada saat ini belum hilang semua, paling tidak beberapa yang lain teratasi, dan beberapa yang lain meredam--aku mencoba meredamnya.

Baiklah, motivasi menulis kali ini adalah keinginan. Karena overthinking yang begitu menyebalkan, aku sangat ingin menulis dari kemarin-kemarin. Tapi, karena tidak bertemu waktu, ya sampailah sekarang. Sampai pada waktu di mana jawaban atas kegelisahan awal tentang kisah melulu tentang ayah yang melahirkan tulisan part 2 sebelumnya terjawab.

Tidak janji, tapi aku harap kisah yang satu itu akan kutuliskan di lain waktu. Di tempat ini pasti. Tapi, jika sampai waktu tertentu tidak juga ketemu, maka akan kalian saksikan di lain lahan. Ah, semoga. Baik, mari mulai kisah A dan B lainnya.

Tentang A, B lain dan si R ya? Hmm dimulai dari mana ya?

Jadi jangan kira jika A dan B selanjutnya ada di masa kuliah. Ya memang sih di masa itu kubuat juga, tapi tidak secepat itu aku melompat ke sana. Butuh setahun untuk menempati waktu tersebut. Yep, aku pernah kerja. Menjadi buruh di pabrik roti. Hahaha, kisah yang sangat panjang di waktu yang singkat. Untuk kisah masuk, keluar dan keseluruhan perjalanan di pabrik itu akan kuceritakan lain waktu.

Langsung saja, di pabrik, hampir seluruh karyawannya perempuan. Wait, karena nantinya akan kuinisialkan A dan B, jangan kira dia perempuan juga ya.

Jika kuingat-ingat, awal masuk kerja di pabrik, persebaran kaum adam hanya ada di bagian oven dan forming (adonan) atau obat--kurang  paham kenapa disebut obat tapi kerjanya semacam mengatur resep gitu-gitu. Nah, di kedua bagian itu masing-masing ada dua laki-laki dengan sif kerja yang berbeda. Si A ada di salah satu dari mereka, oven lebih tepatnya.

Keberanianku menyebut si A di bagian oven pada lingkup sekecil itu karena lagi-lagi kemungkinan terbaca sedikit. Dan jikalau dia membaca, tidak masalah. Sebelum bercerita ke A, kuperkenalkan dulu dengan B. Ia muncul dari komponen lain di pabrik. Selain karyawan yang memproduksi roti, di pabrik juga ada mekanik, bagian itu (hmm aku lupa istilahnya yang jelas job desk mereka berhubungan dengan pengiriman barang), serta beberapa lainnya seperti sales dan lain sebagainya. Si B muncul dari salah satu mekanik, pekerjaan yang sering berinteraksi dengan para karyawan yang bekerja menggunakan mesin.

Aku akan bercerita tentang si B dulu. Jika dibilang tertarik tidak juga, hanya saja manusia itu sering mengirim sinyal-sinyal aneh. Ah malu, agak gimana gitu menjelaskan, hm apa ya, kayak menurutku aneh saja, cuma lama-lama aku juga penasaran. Yap, aku dengan sifatku, mudah berpikir ke hal tidak penting ini hehe.
Karena wajahnya yang terlihat masih muda, kukira umurnya tidak jauh-jauh denganku. Tapi ternyata, dia sudah bekerja cukup lama yang artinya umur kami jauh, ah bahkan lebih tua dari kakakku. Kisah-kisah tentang dia mudah kuketahui dari ibu-ibu pekerja di sana. Tapi, mas itu, si B, satu-satunya mekanik yang masih lajang. Lainnya, yang tampan atau yang menyebalkan--B juga menyebalkan sih, sudah ada pemilik.

Aku dan B tidak begitu kenal. Hanya saling tahu satu sama lain. Sif kami beda. Jika aku sif pagi maka aku akan bertemu dia saat akan pulang, dan jika aku sif malam maka akan berpapasan saja ketika baru datang. Dia ada di sif siang, sif yang tidak ganti-ganti. Sesekali sebelum pergantian sif, di akhir minggu ada salah satu sif yang harus tetap bekerja dengan didampingi salah satu mekanik yang berbeda-beda. Sesekali juga, salah satu karyawan dari sif A atau B (penyebutan untuk sif siang dan malam) ditaruh di sif siang (sebutannya sif bayangan), untuk menggantikan karyawan yang dapat jatah libur minggu itu. Nah, di saat-saat itu aku bertemu si B. Aku yang masih pemula dan sudah dipegangi mesin packing yang begitu njlimet cara kerjanya dan sering eror membuat aku banyak bekerja dengan mekanik. Ketika bertemu si B, tentu tak ada obrolan apa-apa selain pekerjaan. Jam kerja kami sangat ketat--ya setidaknya aku mencoba patuh menjadi pegawai yang baik, serta kami yang sama-sama pendiam.

Pernah sesekali ketika kami ada di sif malam bersama--kebijakan pabrik tentang sif berubah di waktu-waktu akhir aku bekerja, sinyal-sinyal yang kumaksudkan tadi semakin terlihat. Tapi, sebisa mungkin aku menghilangkan segala perasangka, perasaan atau pikiran lain selama bekerja di pabrik. Selain rupiah dan pengalaman kerja, aku tak mau apa-apa. Kalian tahu betapa susahnya lepas dari sebuah pekerjaan untuk kembali ke kesepakatan awal dengan diri prihal masuk kuliah? Aku yang menebalkan iman saja kesusahan, apalagi jika waktu itu neko-neko.

Ah, belibet sekali kisah kali ini. Dunia kerja memang berbeda-beda. Dan menjadi karyawan pabrik roti bukan hal yang bisa dibangga-banggakan. Namun, kisah yang kudapat dari sana cukup memuaskan. Prihal kehilangan uang dan benda berharga tidak ada apa-apanya dengan aku yang mengenal banyak orang dengan banyak cerita. Mungkin, nantinya pekerjaan menjual kisah bisa menggantikan apa yang pernah hilang di tempat itu.

Ah, semakin rumit saja. Cukup. B cukup saja. Mari ke A yang rupawan. Setidaknya dari ke empat temannya tadi. Di mataku tentunya. Aku, waktu itu masih berada di suntik, sebutan untuk proses pengisian roti cream sebelum di-packing. Tempat mengoven berdekatan dengan mesin suntik. Hari-hari di mesin suntik kuhabiskan dengan kesabapan uap panas dari roti-roti yang baru matang. Dari celah-celah rak-rak oven dan troli-troli yang bertumpukan loyang roti, aku bisa melihat dia bekerja.

Aku ingin menyebut namanya saja. Iya, namanya cantik, bagus menurutku. Entah, aku sering suka pada nama-nama tertentu.

Sebenarnya, aku sedikit kebingungan menceritakan kisah si A ini. Sebutlah aku sebagai secret admirer atau apa, tapi aku rasa saat itu aku menjadi semacamnya. Aku hampir-hampir tak pernah berinteraksi dengan dia. Hanya dia yang sesekali mengobrol dengan partner kerjaku. Mereka sama-sama karyawan lama, dan aku yang kala itu masih magang hanya bisa menyimak.

Di pabrik, aku sering diminta membantu bagian-bagian lain. Salah satunya saat oven kekurangan orang. Aku di oven hanya membantu sebatas meletakkan dan mengambil roti dari troli ke rak atau sebaliknya. Atau mengambil roti-roti dari dalam ruang fermentasi yang pengap. Belum lagi daerah sekitar oven yang menguras keringat karena suhunya. Ah, di sana sebenarnya sangat melelahkan. Untuk mendorong rak raksasa ke dalam oven yang tidak kalah besar, membutuhkan skill dan teknik tersendiri--meskipun kelak setelahnya aku juga bisa. Namun sebagaimanapun lelahnya, aku suka di sana. Haha.

Berkebalikan dengan B, awal aku bekerja A selalu satu sif denganku. Tapi lama-lama perbedaan jam kerja antara tiap departemen membuat jadwal kami tidak lagi sama. Jadi, ketika aku sering ikut di oven, jarang sekali--sangat jarang bisa bertemu dia.

Ah, lama sekali penjelasannya. Padahal yang ingin kuceritakan adalah tentang si A, si C (teman si A di forming), Malapetaka (seorang karyawan seumuran di bagian roti Cok, alias coklat), dan Miss Fortune, teman sedepartemen sekaligus bestie Malapetaka.

Kayaknya ini lebih ke kisah mereka, bukan aku hiks :(

Jadi, beberapa bulan setelah bekerja, aku ditempatkan sementara bersama Malapetaka dan kawanannya, termasuk Miss Fortune. Obrolan mereka sangat bar-bar. Aku yang masih polos dan berusaha tetap polos sangat tersiksa berada di antara mereka. Nah, suatu saat aku dengar jika Malapetaka suka dengan C dan Miss Fortune suka dengan si A. Wtf! Yah, aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak ikut campur atau sakit hati karena seperti yang kubilang tadi, aku punya misi tersendiri di sana. Akhirnya, Malapetaka berkencan dengan C dan Miss Fortune masih digantung.

Kenapa aku bisa tahu kisah mereka? Ya karena itu jadi obrolan di sana. Mereka sendiri yang berkoar jika suka pada pria-pria itu. Ah, di pabrik dulu aku sangat-sangat insecure dengan segala hal yang kumiliki selain otak dan almamater wkwk. I let it all happened. Tapi, saat itu aku sudah tahu cara stalking. Kutelusuri siapa itu Malapetaka, Miss Fortune dan barang tentu A dan B. Dan see, I know them very well from socmed.

Aku tahu jika ternyata A setahun lebih tua dari aku. Dia kakak kelas SMP temanku dan melanjutkan sekolah di luar kota. Sedangkan Malapetaka seangkatan denganku dan bersekolah di SMK sekitar sana. Bahkan, dia ternyata teman SMP almarhumah R. So closed. Sebenarnya, aku mencoba tidak terlalu peduli. Cukup tahu. Tapi lama-lama geng mereka mengganggu pikiran. Terlebih Malapetaka.

Pernah saat tengah malam (seminggu sebelum ponsel baruku hilang), ada yang kehilangan ponsel. Saat itu, aku berada di bagian roti kering, tidak bersama para Cok. Lalu ketika aku berjalan ke kamar mandi aku dengar suara ponsel. Aku tidak berani mencari sumber itu sendiri karena berasal dari salah satu lorong gelap. Kupanggil salah seorang mekanik--bukan B, dan tara itu ponsel Malapetaka. Setelahnya, aku mencoba basa-basi bertanya, tapi apa yang kudapat hanya jawaban sinis yang sangat menyebalkan. Aku tidak butuh terimakasih, tapi paling tidak tunjukkanlah rasa prihatinmu pada dirimu sendiri. Ya dia happy-happy saja saat hapenya hilang, apalagi pas ketemu. Hm, aku sirik mungkin, tapi sebuah ponsel, smartphone adalah hal berharga bagiku, apalagi saat itu.

Beberapa waktu setelahnya, aku dengar hubungan Malapetaka dan C berakhir. Sedang Miss Fortune mulai menjalin hubungan dengan A. Hiks. Dan lama-lama aku dengar Malapetaka keluar dari pabrik. Kisah tentang Malapetaka sebenarnya tidak berhenti sampai dia keluar, ada dan lebih panjang. Noted. Lain kali saja.

Aku tidak tahu kapan rasa penasaranku ke A hilang. Apakah ketika aku meyakinkan diriku sendiri tentang tujuan awal, atau ketika dia telah luluh oleh kehadiran Miss Fortune, mungkin rasa sukaku sebatas kagum (hampir seperti yang terjadi nanti di masa kuliah hehe).

Lama-lama pekerjaan itu semakin memberatkan. Peraturan pabrik yang semakin ketat dan orang-orang yang semakin menyebalkan membuat aku tak kuat. Belum lagi kesialan yang bertubi-tubi datang. Satu bulan sebelum tes SBMPTN, aku resign. Meninggalkan teman-teman--ah aku tidak cerita tentang teman-teman, dan ibu-ibu yang banyak memberiku pengalaman hidup, juga Black dan Blue.

Sebenernya kedua orang itu, A dan B, punya sebutan lain. A kusebut Blue karena celemek yang digunakan dia dan tiga laki-laki lainnya berwarna biru sedang B kusebut Black karena seragam mekanik berwarna hitam. Lagu untuk mereka tidak lain dan tidak bukan, black black black and blue, alias Grenade milik Bruno Mars.
Hahaha lucu sekali. Kisah di pabrik tidak sesingkat itu. Tentang apa saja, masih banyak rupanya. Tapi untuk kali ini ya begitu.

Eh, ada lagi sih. Januari 2018 saat aku sudah berstatus mahasiswa aku mencoba peruntunganku di pabrik lagi. A sudah naik pangkat menjadi semacam mandor dan Malapetaka yang kembali masuk sebelum aku keluar di tahun sebelumnya, juga telah naik jabatan. Saat itu, hubungan A dan Miss Fortune sangat baik. Sedangkan B, aku tidak begitu peduli. Suasana pabrik yang baru membuat aku harus beradaptasi. Dengan kebangsatan takdir kala itu, tidak sampai seminggu aku bertahan lalu hengkang. Banyak mata menyorot kepergianku yang tiba-tiba. Dan banyak dugaan yang muncul adalah aku menikah atau jadi TKW.

Sudah itu dulu saja. Untuk R, semenjak lulus SMA hanya beberapa kali aku melihat sosok dia. Dan cerita tentang R, tentang bagaimana aku tahu nama panjang dari inisial itu, kutemukan saat kuliah, jadi sekalian di part selanjutnya saja.

Ah, iya agak melenceng dari janji sebelumnya tapi gimana dong, sudah banyak juga. Dan aku mengantuk. Dua hari ini tidur siang yang masing-masing selama tiga jam juga tidak membantu.

Selamat pagi.

18-19 April 2020
00.00

Ah baru inget, kayaknya aku pernah nulis tentang kisah di pabrik dan ternyata ada di Wattpad. Juga kisah-kisah lain semacamnya. Hehe :)

Oiya, A dan Fortune sudah menikah. Aku lupa kapan tepatnya tapi itu sudah lama. Hehe~

Rabu, 08 April 2020

Aku dan Kisahku

Aku dan kisahku part 2

Halo April. 

Setelah yang lalu, berat hidup tanpa mengeluh. Sesak, terbelenggu kenangan. Ya pastinya tentang masa ter-unpredictable itu haha. Kadang, obatnya menulis. Meredam rindu yang enggak bisa diterkam, lewat teks agar dapat dijangkau mata. Ya tapi, mau sampe kapan? Aku ingin mencoba sejenak menahan komedi itu. Sama-sama mengenang, mungkin kisah asmara lebih menarik.

Mari berkelana ke masa lalu. Jika kuingat, pertama aku menulis di AKU DAN KISAHKU, adalah tentang cinta. Aku berjanji akan melanjutkannya. Jadi, baiklah, mari mulai.

Sebenernya tidak ada yang menarik dari kisah asmaraku. Jika tadi kubilang menarik, itu pemanis saja. Sok manis. Sok. Kupikir kisah cintaku tidak uwu, hanya keren. Ah, kayak punya kisah cinta saja. Apasihh???

Enggak tahu, sebenernya apa definisi cinta. Apa sih cinta? 

Tai dah. 

Oh, tidak. Padahal aku sering menganalisis. Ya pake teoriku. Pandangan dunia yang sebatas drama Korea ini jadi parameter kisah-kisah halu di pikiran. Tapi entah mengapa, aku merasa belum benar-benar merasakannya. Kadang berpikir, apa aku tidak normal? Atau hanya tidak sadar. Ah, mencoba tidak peduli mungkin.

Jika ditarik ke masa lalu, mungkin ada beberapa nama yang pernah terlintas di pikiran. Tapi mungkin hal yang kumaksudkan itu sebatas kisah cinta monyet. Atau persahabatan bocah yang bertemu hampir setiap waktu. Selama hampir enam tahun, pagi bertemu di sekolah, siang main bersama, sore mengaji bersama, malam les bersama, apalagi ketika Ramadhan. Serta ketika kami sama-sama akan lulus TPQ. Uh, malah nginep masjid juga. Kisah-kisah itu kini tinggal kenangan. Tanya saja, mungkin sebagian dari mereka telah lupa hukum ghorib atau cara membaca tajwid. 

Lupakan kisah itu, lanjut ke masa transisi lain. Di sekolah menengah pertama, benar-benar menjadi masa ter-----apa ya? Aku sudah kehabisan kata untuk itu. Awal yang manis ketika punya banyak teman. Ah, hampir semua temanku laki-laki saat itu. Para perempuan sibuk dengan sesuatu yang aku tidak mau tahu. Selama mereka mengajak bicara, aku iya-iya. Toh di kelas satu, aku banyak ilmu. Upss.

Waktu itu teman perempuanku hanya satu. Dia yang tanggal ulang tahunnya hanya berjarak sehari denganku. Selanjutnya, kami bersama-sama masuk ke kelas unggulan. Temanku yang lain, tidak. Kembali lagi berbicara cinta, temanku itu juaranya. Dia bercerita masa-masa pacarannya ketika sekolah dasar. Ah, bangsat! Bisa-bisanya ya. Tapi dia bilang, ketika masuk SMP dia ingin tobat. Baiklah, jadi dia bertemu teman yang tepat. Aku. 

Seperti yang pernah aku ceritakan di kisah sebelum-sebelumnya, kelas dua SMP adalah masa termenyebalkan selama itu. Ya, teman perempuanku itu juga menyebalkan. Aku tidak ingin membahas lagi masalah apa, yang jelas dunia sekolahan tak lagi menarik. Langsung saja di kelas tiga, yang di sana, tak ada apa-apa. Haha. 

Kelas tiga hanya penuh tekad untuk segera hengkang dari sekolah. Cinta? Tak ada. Mungkin ketulusanku menghormati guru kala itu, jadi imbal balik hasil yang lumayan memuaskan. Cintaku pada masa depan tersusun lewat setitik impian. 

Mungkin jika dibilang pernah tertarik, iya. Tapi, cinta? Ah sama sekali bukan. Biar kurangkum. Di masa itu, hanya ada dua nama. Mari ibaratkan A dan B. 

Aku dan A tidak saling mengenal. Yang kutahu tentang dia adalah sebatas nama lengkapnya, siapa teman-temannya dan di mana dia tinggal. Kala itu kelas satu. Kelasnya ada di sebelah kelasku. Tidak, aku tidak stalking. Bagiku, tak ada media untuk mengakses hal itu dulu. Hanya tahu. 

Si B? Ah, seorang teman yang selalu muncul di pikiran. Teman yang tidak dekat sama sekali. Mengobrol pun jarang. Tapi serius, tak ada hal lain selain tertarik. Biar kuberi tahu satu hal unik--atau aneh. Setiap pukul 3 sore, aku selalu menyempatkan berdiri di depan pintu rumah dan menunggu sesorang lewat. Si B, lewat mengendarai motornya dengan cepat. Ya, setiap jam 3 sore. Setahuku jalan ke rumahnya berlawanan arah dan tidak lewat depan rumah. Pun, rumah pacarnya--ya dia punya pacar--juga bukan ke arah itu. 

Tak ada kelanjutan. Ketertarikan sebatas rasa penasaran. Ya meski sampai sekarang pun aku tidak tahu ke mana dia--dan tidak penting, tapi sebuah konflik yang terjadi di kelas dua membuatku hilang respect dan benar-benar tidak peduli. Mungkin pernah sekali dua kali aku penasaran, di mana dia sekarang, dan bagaimana kabarnya. Namun, B seperti hilang ditelan masa. Tidak ada jejak. Bahkan aku tidak tahu di mana dia meneruskan sekolahnya. Pernah juga mencari medsosnya, ya hitung-hitung mempraktekkan kemampuan stalking. Tapi, nama uniknya tidak pernah ketemu.

Baiklah mari berlanjut ke kisah SMA. Suatu masa yang aku tunggu-tunggu kehadirannya. Namun jika membandingkan, kisahnya tak jauh-jauh dari hitam gelap kehidupan. Ah, berlebihan! Hahaha~

Di SMA, aku lebih berhati-hati mengambil sikap. Maksudnya, aku tidak mau ada tafsir aneh-aneh yang menjadikan trauma kelas dua SMP itu terulang. Meski aku masih jadi sosok yang fleksibel dengan kerecehanku, aku lebih membatasi diri. Maaf sebelumnya jika mungkin ada teman SMA yang membaca ini, tapi bukannya aku--atau kami--tidak mau masuk ke lingkup kalian--ah sekarang kata yang populer circle, tapi lebih ke pilihan saja. Frekuensi obrolan kita tidak sama. Maksudnya aku tidak bisa mengikuti arus gibahan kalian yang tidak ada gunanya bagiku. Ya mungkin--pasti sih--aku ada di list kalian. Tapi, biar sudah. Kalian juga ada di list gibah kami.

Ya kami. Satu hal yang kusyukuri ketika masuk SMA adalah RYFAR. Hahaha, aku ingin bercerita tentang mereka di lain kesempatan. Tapi kupikir-pikir lagi, cerita cintaku di SMA ya mereka--dan marching. 

RYFAR adalah gabungan inisal kami. Tiga tahun kelas bersama membuat kami semakin seperti keluarga--kebetulan salah satu dari mereka juga kerabat. Kami datang dari latar belakang yang berbeda. Jika dikotak-kotakkan, maka satu kelas kami hanya datang dari SMP-SMP negeri besar. Salah satunya, SMP-ku, SMP R, dan SMP Y. Tempat tinggal mereka kebanyakan dari lingkungan rumah F dan satu lagi dari tempat jauh di pucuk sana. Jadi intinya, kami (mungkin) berasal dari kumpulan terbuang. Haha. Atau menyeleksi diri. 

Obrolan kami tak jauh-jauh dari tugas sekolah, estrakulikuler masing-masing, gibah, sambat, dan hal-hal lain yang membuat kami senang. R yang pertama dengan kelolaannya, Y yang seperti Google berjalan, F dengan welas asih dan mudah terintervensi, R terakhir yang paling cemerlang dan polos, serta aku yang... seperti ini. Sayangnya, saat ini kami tak lagi berlima. R yang terakhir--dan memang paling muda, telah lebih dulu ke surga. 

Kalo masa SMA ini kalian menuntut kisah asmara, aku tidak yakin ada. Tiga tahun bersama orang-orang yang sama membuat kami sama-sama saling tahu dan biasa saja. Ya meski ada lambe-lambe julid seorang teman laki-laki yang membuat spekulasi masif, hal itu tidak menjadi benar. Hmm istilah lainnya sih, ciye-ciye. Selain itu, beberapa teman dekat laki-laki yang sikapnya kasar--saling kasar sih, membuat sebuah rasa susah muncul. Apalagi aku yang sering kena buli--ada yg serius ada yang bercanda, yang serius sih gak mau kubahas di sini, itu sensitif sekali, kalo yang bercanda, bahkan ada yang bikin aku nangis kejer anjirr. 

Gara-gara aku ikut marching, teman-teman meledeki. Tahu, aku dianggap maniak dan semacamnya. Padahal itu ga lebih dari tanggung jawab. Misal saja aku memang tidak tahu batas dan cara menggugurkan tanggung jawab, tapi bagiku waktu itu sulit untuk melepas. Apalagi aku sudah kadung cinta. Bahkan, saat efek marching membuat nilaiku jeblok--dan endingnya grafik rapot turun, aku tetap suka. That's enough.

Hm, apa mungkin menunggu kisah A dan B yang lain? Ah, mari aku buat seakan kisah itu ada. Jadi, aku harus mengkisahkannya seambigu mungkin. Ya mau bagaimana lagi, lingkup pertemanan SMA-ku sedikit. Dan mungkin orang yang akan kukisahkan sangat dekat. Ciri, tanda dan semua hal tentang dia yang berhubungan denganku harus sangat detail. Jika ingin mengutarakan kisah sesungguhnya, maka akan susah. 

Here we go. Aku sampe mengobrak-abrik pikiran, berharap ada tokoh lain yang membuat aku tertarik. Bahkan, saat kuubrek manusia-manusia di tim marching, masih nihil. Paling-paling senior yang bikin dag-dig-dug karena ilmu yang mereka tularkan. Ya sudah A dan B yang tadi saja. 

Mari, memulai dengan A. Dia, teman. Saling kenal. Lumayan dekat, tapi jarang mengobrol karena dia pendiam. Terus, ah aku takut kebaca siapa orangnya deh :(

 eh, ini blog apa sih kok jadi kek buka aib. 

Haduh, balik lagi dah. Hm gimana ya. Sebentar. Hm. Jadi si A. Hm. Ah, bgst! Hm jadi si A. Em, terlalu complecated ah. Dari awal sampe akhir masa SMA ada terus keknya. Yodah, intinya yang bikin aku mungkin tertarik adalah karena sering ada serendipity gitu loh. Apa-apa dia, dia lagi dia lagi. And that's make me always thinking about him. And I think maybe I, ah enggak. Ada ending lain yang bikin ngakak sambil nangis. Kalo aku sudah punya nyali bakal aku ceritakan deh.

Oke, si B. Aku nggak kenal dari awal banget sih. Cuma tahu. Dia temannya temanku. Lalu, karena pas kelas dua sekolahan bikin majalah, aku ikut gabung. Nah, mulai sana aku kenal. 

Hiks keknya cuma beberapa temen cowok deh yang gabung. Elah, plis kalo ada temen SMA yang kejebak di tulisan gabut gegara corona ini, plis pergi. Atau engga pura-pura ga tahu ya. And this is just a little bit of memories. Just memories!

Oke, kenapa aku tertarik sama B? Mungkin, karena ga banyak cowo yang tertarik ngurusin majalah. Juga, pribadinya yang kalem dan pendiam bikin aku penasaran. Apalagi, waktu itu hampir kelas tiga yang artinya, hidup gue kok gini-gini amat. Majalah pertama selesai. Karena orang baru, di majalah kedua baru aku berkontribusi lebih banyak. Ya liputan dan nulis berita--saat itu cuma jadi jurnalis abal-abal, ga ada yg ngarahin. Ya ngisi rubrik teka-teki, bikin cerpen, ngasih ide rubrik-rubrik baru dan editing. Lainnya, prihal layout, softnews dan lain-lain dikerjain doi, dan seorang temen lagi. Gak tahu sih gimana susunan organisasi itu, kayaknya yg jalan kami bertiga aja. Aku sebagai kuli tinta udah seneng aja gitu ambil bagian. Kayak di marching pun aku ga pernah masuk susunan pengurus. Cuma player cadangan, player, dan pro player hehe. Dan tahu, apa yang bikin aku nyesek di majalah itu? Namaku ga masuk susunan redaksi! Di penulis beritanya juga ga ada! Satu-satunya cuma ada di sebuah cerpen yang ternyata temen editor lain salah sangka jika kisah di dalamnya antara cewek dan cowok. Padahal itu tentang persahabatan, cowok semua. Jadi illustrasinya nyeleneh dari mauku. Mana ga ada editing bersama. Ah, saat itu aku masih kurang peduli dan bodoh. 

Ya balik lagi ke si B. Setelah majalah kedua terbit responnya tidak begitu buruk. Ga seburuk sebelumnya sih. Terkesan bagus. Tapi itu untuk orang-orang yang cuma lihat coverannya sih. Lalu? Hubungan sama si B masih sekedarnya. Sekedar menyapa, saling bertanya dan ke BK bersama. Ehe, bertanya seputar kampus. Tapi, dasar ya aku yang membatasi diri, setelah tidak ada kepentingan, ya sudah. Interaksi sosmed pun nol. Ya gimana ya, mau ngapain juga, hehe. Aku menutup kemungkinan untuk dia membaca tulisan ini karena lingkup kami yang berbeda. Dia ada di kampus yang sama tapi dengan fakultas yang berlainan--fakultas yg kami ingin ambil dulu. Apalagi aku masuk kuliah setahun setelah dia. Pernah sekali kami bertemu di warung mie ayam tersohor di daerah kampus--wah spesifik sekali--dan biasa saja. Sekali lagi aku menutup kemungkinan dia membaca ini. Hidupnya mungkin dipenuhi aksi wqwq. Dan satu hal lagi, kesadaran tentang aku yang tertarik itu, datangnya sangat terlambat.

Wah, ini kisah terpanjang di blog ini. Padahal ada satu lagi. Satu orang. Tidak bisa diinisialkan A atau B karena dia satu-satunya dan selama ini pun hanya inisial. Kupanggil R, karena seningatku namanya diawali huruf R. Tidak kenal dan tidak saling kenal. Hanya, ah mari bikin janji. Di bagian selanjutnya akan kuteruskan tentang dia serta kisah A dan B lainnya. Present. 

Ini sudah lebih dari sepuluh ribu karakter, cerpen kompas saja masih kalah panjang. Eh, satu lagi. Kalo misal dibalik, apa ada yang cinta atau tertarik sama aku? Ah, itu lain cerita.

Selasa 7 April 2020