Sabtu, 18 April 2020

Aku dan Kisahku


Aku dan Kisahku part 3

Hai. Hai. Hai.

Beberapa hari ini, diriku, yang kupikir telah baik-baik saja, menjadi tidak begitu baik. Sangat. Aku dan kabar-kabar buruk yang silih berganti muncul, saling sikut hingga akhirnya kami sama-sama berjabatan. Ah, menggila. Semua biasa saja. Hanya rindu. Titik.

Sebenarnya sehari setelah part sebelumnya tertulis, masalah lain terjadi. Ya memang, asal muasal niat menulis itu adalah pengalih perhatian dari kisah melulu tentang ayah. Tapi tidak dinyana, beberapa hal buruk lain terjadi. Ya, meskipun pada saat ini belum hilang semua, paling tidak beberapa yang lain teratasi, dan beberapa yang lain meredam--aku mencoba meredamnya.

Baiklah, motivasi menulis kali ini adalah keinginan. Karena overthinking yang begitu menyebalkan, aku sangat ingin menulis dari kemarin-kemarin. Tapi, karena tidak bertemu waktu, ya sampailah sekarang. Sampai pada waktu di mana jawaban atas kegelisahan awal tentang kisah melulu tentang ayah yang melahirkan tulisan part 2 sebelumnya terjawab.

Tidak janji, tapi aku harap kisah yang satu itu akan kutuliskan di lain waktu. Di tempat ini pasti. Tapi, jika sampai waktu tertentu tidak juga ketemu, maka akan kalian saksikan di lain lahan. Ah, semoga. Baik, mari mulai kisah A dan B lainnya.

Tentang A, B lain dan si R ya? Hmm dimulai dari mana ya?

Jadi jangan kira jika A dan B selanjutnya ada di masa kuliah. Ya memang sih di masa itu kubuat juga, tapi tidak secepat itu aku melompat ke sana. Butuh setahun untuk menempati waktu tersebut. Yep, aku pernah kerja. Menjadi buruh di pabrik roti. Hahaha, kisah yang sangat panjang di waktu yang singkat. Untuk kisah masuk, keluar dan keseluruhan perjalanan di pabrik itu akan kuceritakan lain waktu.

Langsung saja, di pabrik, hampir seluruh karyawannya perempuan. Wait, karena nantinya akan kuinisialkan A dan B, jangan kira dia perempuan juga ya.

Jika kuingat-ingat, awal masuk kerja di pabrik, persebaran kaum adam hanya ada di bagian oven dan forming (adonan) atau obat--kurang  paham kenapa disebut obat tapi kerjanya semacam mengatur resep gitu-gitu. Nah, di kedua bagian itu masing-masing ada dua laki-laki dengan sif kerja yang berbeda. Si A ada di salah satu dari mereka, oven lebih tepatnya.

Keberanianku menyebut si A di bagian oven pada lingkup sekecil itu karena lagi-lagi kemungkinan terbaca sedikit. Dan jikalau dia membaca, tidak masalah. Sebelum bercerita ke A, kuperkenalkan dulu dengan B. Ia muncul dari komponen lain di pabrik. Selain karyawan yang memproduksi roti, di pabrik juga ada mekanik, bagian itu (hmm aku lupa istilahnya yang jelas job desk mereka berhubungan dengan pengiriman barang), serta beberapa lainnya seperti sales dan lain sebagainya. Si B muncul dari salah satu mekanik, pekerjaan yang sering berinteraksi dengan para karyawan yang bekerja menggunakan mesin.

Aku akan bercerita tentang si B dulu. Jika dibilang tertarik tidak juga, hanya saja manusia itu sering mengirim sinyal-sinyal aneh. Ah malu, agak gimana gitu menjelaskan, hm apa ya, kayak menurutku aneh saja, cuma lama-lama aku juga penasaran. Yap, aku dengan sifatku, mudah berpikir ke hal tidak penting ini hehe.
Karena wajahnya yang terlihat masih muda, kukira umurnya tidak jauh-jauh denganku. Tapi ternyata, dia sudah bekerja cukup lama yang artinya umur kami jauh, ah bahkan lebih tua dari kakakku. Kisah-kisah tentang dia mudah kuketahui dari ibu-ibu pekerja di sana. Tapi, mas itu, si B, satu-satunya mekanik yang masih lajang. Lainnya, yang tampan atau yang menyebalkan--B juga menyebalkan sih, sudah ada pemilik.

Aku dan B tidak begitu kenal. Hanya saling tahu satu sama lain. Sif kami beda. Jika aku sif pagi maka aku akan bertemu dia saat akan pulang, dan jika aku sif malam maka akan berpapasan saja ketika baru datang. Dia ada di sif siang, sif yang tidak ganti-ganti. Sesekali sebelum pergantian sif, di akhir minggu ada salah satu sif yang harus tetap bekerja dengan didampingi salah satu mekanik yang berbeda-beda. Sesekali juga, salah satu karyawan dari sif A atau B (penyebutan untuk sif siang dan malam) ditaruh di sif siang (sebutannya sif bayangan), untuk menggantikan karyawan yang dapat jatah libur minggu itu. Nah, di saat-saat itu aku bertemu si B. Aku yang masih pemula dan sudah dipegangi mesin packing yang begitu njlimet cara kerjanya dan sering eror membuat aku banyak bekerja dengan mekanik. Ketika bertemu si B, tentu tak ada obrolan apa-apa selain pekerjaan. Jam kerja kami sangat ketat--ya setidaknya aku mencoba patuh menjadi pegawai yang baik, serta kami yang sama-sama pendiam.

Pernah sesekali ketika kami ada di sif malam bersama--kebijakan pabrik tentang sif berubah di waktu-waktu akhir aku bekerja, sinyal-sinyal yang kumaksudkan tadi semakin terlihat. Tapi, sebisa mungkin aku menghilangkan segala perasangka, perasaan atau pikiran lain selama bekerja di pabrik. Selain rupiah dan pengalaman kerja, aku tak mau apa-apa. Kalian tahu betapa susahnya lepas dari sebuah pekerjaan untuk kembali ke kesepakatan awal dengan diri prihal masuk kuliah? Aku yang menebalkan iman saja kesusahan, apalagi jika waktu itu neko-neko.

Ah, belibet sekali kisah kali ini. Dunia kerja memang berbeda-beda. Dan menjadi karyawan pabrik roti bukan hal yang bisa dibangga-banggakan. Namun, kisah yang kudapat dari sana cukup memuaskan. Prihal kehilangan uang dan benda berharga tidak ada apa-apanya dengan aku yang mengenal banyak orang dengan banyak cerita. Mungkin, nantinya pekerjaan menjual kisah bisa menggantikan apa yang pernah hilang di tempat itu.

Ah, semakin rumit saja. Cukup. B cukup saja. Mari ke A yang rupawan. Setidaknya dari ke empat temannya tadi. Di mataku tentunya. Aku, waktu itu masih berada di suntik, sebutan untuk proses pengisian roti cream sebelum di-packing. Tempat mengoven berdekatan dengan mesin suntik. Hari-hari di mesin suntik kuhabiskan dengan kesabapan uap panas dari roti-roti yang baru matang. Dari celah-celah rak-rak oven dan troli-troli yang bertumpukan loyang roti, aku bisa melihat dia bekerja.

Aku ingin menyebut namanya saja. Iya, namanya cantik, bagus menurutku. Entah, aku sering suka pada nama-nama tertentu.

Sebenarnya, aku sedikit kebingungan menceritakan kisah si A ini. Sebutlah aku sebagai secret admirer atau apa, tapi aku rasa saat itu aku menjadi semacamnya. Aku hampir-hampir tak pernah berinteraksi dengan dia. Hanya dia yang sesekali mengobrol dengan partner kerjaku. Mereka sama-sama karyawan lama, dan aku yang kala itu masih magang hanya bisa menyimak.

Di pabrik, aku sering diminta membantu bagian-bagian lain. Salah satunya saat oven kekurangan orang. Aku di oven hanya membantu sebatas meletakkan dan mengambil roti dari troli ke rak atau sebaliknya. Atau mengambil roti-roti dari dalam ruang fermentasi yang pengap. Belum lagi daerah sekitar oven yang menguras keringat karena suhunya. Ah, di sana sebenarnya sangat melelahkan. Untuk mendorong rak raksasa ke dalam oven yang tidak kalah besar, membutuhkan skill dan teknik tersendiri--meskipun kelak setelahnya aku juga bisa. Namun sebagaimanapun lelahnya, aku suka di sana. Haha.

Berkebalikan dengan B, awal aku bekerja A selalu satu sif denganku. Tapi lama-lama perbedaan jam kerja antara tiap departemen membuat jadwal kami tidak lagi sama. Jadi, ketika aku sering ikut di oven, jarang sekali--sangat jarang bisa bertemu dia.

Ah, lama sekali penjelasannya. Padahal yang ingin kuceritakan adalah tentang si A, si C (teman si A di forming), Malapetaka (seorang karyawan seumuran di bagian roti Cok, alias coklat), dan Miss Fortune, teman sedepartemen sekaligus bestie Malapetaka.

Kayaknya ini lebih ke kisah mereka, bukan aku hiks :(

Jadi, beberapa bulan setelah bekerja, aku ditempatkan sementara bersama Malapetaka dan kawanannya, termasuk Miss Fortune. Obrolan mereka sangat bar-bar. Aku yang masih polos dan berusaha tetap polos sangat tersiksa berada di antara mereka. Nah, suatu saat aku dengar jika Malapetaka suka dengan C dan Miss Fortune suka dengan si A. Wtf! Yah, aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak ikut campur atau sakit hati karena seperti yang kubilang tadi, aku punya misi tersendiri di sana. Akhirnya, Malapetaka berkencan dengan C dan Miss Fortune masih digantung.

Kenapa aku bisa tahu kisah mereka? Ya karena itu jadi obrolan di sana. Mereka sendiri yang berkoar jika suka pada pria-pria itu. Ah, di pabrik dulu aku sangat-sangat insecure dengan segala hal yang kumiliki selain otak dan almamater wkwk. I let it all happened. Tapi, saat itu aku sudah tahu cara stalking. Kutelusuri siapa itu Malapetaka, Miss Fortune dan barang tentu A dan B. Dan see, I know them very well from socmed.

Aku tahu jika ternyata A setahun lebih tua dari aku. Dia kakak kelas SMP temanku dan melanjutkan sekolah di luar kota. Sedangkan Malapetaka seangkatan denganku dan bersekolah di SMK sekitar sana. Bahkan, dia ternyata teman SMP almarhumah R. So closed. Sebenarnya, aku mencoba tidak terlalu peduli. Cukup tahu. Tapi lama-lama geng mereka mengganggu pikiran. Terlebih Malapetaka.

Pernah saat tengah malam (seminggu sebelum ponsel baruku hilang), ada yang kehilangan ponsel. Saat itu, aku berada di bagian roti kering, tidak bersama para Cok. Lalu ketika aku berjalan ke kamar mandi aku dengar suara ponsel. Aku tidak berani mencari sumber itu sendiri karena berasal dari salah satu lorong gelap. Kupanggil salah seorang mekanik--bukan B, dan tara itu ponsel Malapetaka. Setelahnya, aku mencoba basa-basi bertanya, tapi apa yang kudapat hanya jawaban sinis yang sangat menyebalkan. Aku tidak butuh terimakasih, tapi paling tidak tunjukkanlah rasa prihatinmu pada dirimu sendiri. Ya dia happy-happy saja saat hapenya hilang, apalagi pas ketemu. Hm, aku sirik mungkin, tapi sebuah ponsel, smartphone adalah hal berharga bagiku, apalagi saat itu.

Beberapa waktu setelahnya, aku dengar hubungan Malapetaka dan C berakhir. Sedang Miss Fortune mulai menjalin hubungan dengan A. Hiks. Dan lama-lama aku dengar Malapetaka keluar dari pabrik. Kisah tentang Malapetaka sebenarnya tidak berhenti sampai dia keluar, ada dan lebih panjang. Noted. Lain kali saja.

Aku tidak tahu kapan rasa penasaranku ke A hilang. Apakah ketika aku meyakinkan diriku sendiri tentang tujuan awal, atau ketika dia telah luluh oleh kehadiran Miss Fortune, mungkin rasa sukaku sebatas kagum (hampir seperti yang terjadi nanti di masa kuliah hehe).

Lama-lama pekerjaan itu semakin memberatkan. Peraturan pabrik yang semakin ketat dan orang-orang yang semakin menyebalkan membuat aku tak kuat. Belum lagi kesialan yang bertubi-tubi datang. Satu bulan sebelum tes SBMPTN, aku resign. Meninggalkan teman-teman--ah aku tidak cerita tentang teman-teman, dan ibu-ibu yang banyak memberiku pengalaman hidup, juga Black dan Blue.

Sebenernya kedua orang itu, A dan B, punya sebutan lain. A kusebut Blue karena celemek yang digunakan dia dan tiga laki-laki lainnya berwarna biru sedang B kusebut Black karena seragam mekanik berwarna hitam. Lagu untuk mereka tidak lain dan tidak bukan, black black black and blue, alias Grenade milik Bruno Mars.
Hahaha lucu sekali. Kisah di pabrik tidak sesingkat itu. Tentang apa saja, masih banyak rupanya. Tapi untuk kali ini ya begitu.

Eh, ada lagi sih. Januari 2018 saat aku sudah berstatus mahasiswa aku mencoba peruntunganku di pabrik lagi. A sudah naik pangkat menjadi semacam mandor dan Malapetaka yang kembali masuk sebelum aku keluar di tahun sebelumnya, juga telah naik jabatan. Saat itu, hubungan A dan Miss Fortune sangat baik. Sedangkan B, aku tidak begitu peduli. Suasana pabrik yang baru membuat aku harus beradaptasi. Dengan kebangsatan takdir kala itu, tidak sampai seminggu aku bertahan lalu hengkang. Banyak mata menyorot kepergianku yang tiba-tiba. Dan banyak dugaan yang muncul adalah aku menikah atau jadi TKW.

Sudah itu dulu saja. Untuk R, semenjak lulus SMA hanya beberapa kali aku melihat sosok dia. Dan cerita tentang R, tentang bagaimana aku tahu nama panjang dari inisial itu, kutemukan saat kuliah, jadi sekalian di part selanjutnya saja.

Ah, iya agak melenceng dari janji sebelumnya tapi gimana dong, sudah banyak juga. Dan aku mengantuk. Dua hari ini tidur siang yang masing-masing selama tiga jam juga tidak membantu.

Selamat pagi.

18-19 April 2020
00.00

Ah baru inget, kayaknya aku pernah nulis tentang kisah di pabrik dan ternyata ada di Wattpad. Juga kisah-kisah lain semacamnya. Hehe :)

Oiya, A dan Fortune sudah menikah. Aku lupa kapan tepatnya tapi itu sudah lama. Hehe~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar