Kamis, 23 Juni 2022

Kisah Cinta Orang-Orang Manis-Manis Ya?

Sudah sekian hari draf ini sampai pada judul saja. Dan keinginan malam ini untuk menjadi Bandung Bondowoso akan kulaimpiaskan di sini. 

Kisah cinta orang-orang manis-manis. Ya, begitulah pandangan dari seseorang yang belum begitu ingin menjalani hubungan--pun tak ada kesempatan. Kelihatannya manis, aslinya pasti lebih manis. Pahit dan kegoblokan yang ada lebur dengan sebuah rasa. Harusnya sih namanya cinta, tapi akhir-akhir ini diksi itu tampaknya tabu. 

Cinta? Aku hampir-hampir tak pernah mendengar teman-teman yang sedang kasmaran menyebut itu. Alih-alih, aku selalu menegaskan ke mereka, "Tapi, kamu cinta kan?" kebanyakan dari mereka enggan menjawab. Tidak mengiyakan dan hanya tersenyum kebingungan. 

Mungkin bahasa lain dari 'cinta' terdengar lebih romantis. Love. I love you whatever it is. Salah satu kalimat manis yang terngiang. Aku menertawakan diriku yang lebur pada kisah cinta orang-orang. Si perempuan merasa senang karena dicinta dan si laki-laki lega karena terlah mengatakannya. Sangat manis, sangat. Kutipan berbahasa Inggris itu hanya secuil yang kuingat. Lainnya jauh lebih membikin hati buncah. Dan tentu saja bukan hatiku. 

Kisah manis, kupu-kupu di perut yang bikin mual, atau kembang api yang meledakkan pikiran, kesemua itu muncul bergantian. Namun, kebingungan yang muncul itu menjadikan hatimu penuh. Hangat sekaligus dingin. Tak menentu. Yang jelas ada 'rasa' di sana. Tinggal menunggu, bagaimana kelanjutannya? Apa degup akan terus muncul bersamaan dengan kebahagiaan? Atau justru kecemasan yang menimbulkan luka tak kasat mata? Kenapa lirik 'rasa yang tepat di waktu yang salah' selalu muncul di kepalaku? Padahal ini juga bukan kisah tentangku.

Orang-orang punya lagu temanya sendiri untuk kisah mereka. Aku juga. Punya lagu tema untuk kisahku. Dan karena ini hanya ada di kepalaku, aku juga memilihkan lagu tema untuk mereka. Meski mereka pun sudah memilih. Iya, lagu berlirik 'rasa yang tepat di waktu yang salah' itu akan kutitipkan ke temanku itu. Mungkin rasa mereka tepat, namun waktunya salah. Sangat salah.

Sebenarnya, meski waktu mereka tepat pun aku tak mendukung hubungan mereka. Tidak juga mendukung, jangan salah paham. Namun, setidaknya teman perempuanku itu bisa merasakan cinta yang sesungguhnya. Ungkapan-ungkapan dan afeksi yang tak semua laki-laki bisa melakukannya. Setidaknya, dia bahagia. Setidaknya, mereka bahagia. Dan ketika rasa itu tiba di waktu yang salah sehingga menanggalkan ujung mereka, apa kabar hati? Pasti dia luka. Pasti keduanya terluka. 

Tak benar-benar pernah, tapi sepertinya aku bisa memahami apa yang dirasakan si laki-laki. Betapa ia mencintai dan betapa ia menanti waktu yang tepat itu... namun lantas, waktu yang ia anggap tepat adalah sesalah-salahnya waktu. Ia terlambat, ia menyesal. Laki-laki itu terlihat tegar. Namun, aku yakin. Sesalnya akan terlegenda dalam kisah hidupnya. Ah, kenapa aku selalu terlibat pada kisah orang-orang? Oh iya, aku yang secara tidak sengaja mengenalkan mereka. Aku yang membuat lelucon bodoh atas keduanya. Aku yang haha hihi menertawai kedekatan mereka. Sampai aku sendiri yang ikut patah hati atas ketidakbersamaan mereka. Teman-teman. 

Merupakan sebuah rasa, manis pun beragam bentuknya. Manis yang identik dengan romantis itu, hanya ada di hati masing-masing orang. Bagaimana tahu gula itu manis jika tidak dirasakan? Bagaimana tahu kisah mereka manis jika aku tak pernah merasakannya? Pengetahuan. Tanpa pernah makan buah maja, aku tahu buah maja pahit. Begitupun hubungan. Namun, ini bukan pembenaran untuk segala presumsiku. Aku sadar, kita tak akan pernah benar-benar paham tanpa merasakan. Dalam hal percintaan, aku mungkin pernah jatuh cinta, dan aku pernah pula patah hati, namun aku tak pernah merasakan manis itu. Jadi sepertinya, manis yang kutaksir pada mereka ini, semacam pengetahuan yang kudapat selayaknya buah maja. Maja. Tahu kan?

Ah, perpisahan termanis. Pertanyaanku, "Tapi kamu cinta kan?" konteksnya tidak untuk kedua teman laki-laki dan perempuan tadi. Tapi, untuk mereka-mereka yang hubungannya sudah benar-benar serius. Setidaknya komitmen manjadi pasangan. Bagaimana mereka yakin untuk melangkah ke hal-hal sakral jika tak mampu mengaku kepadaku? Iya, cinta dan pernikahan adalah dua hal yang berbeda. Jika bisa menikahi orang yang dicinta adalah keberuntungan, maka kenapa tidak mengusahakan itu dulu? Maksudku, ya kenapa kalian melibatkan aku pada kisah kalian jika kalian saja tak yakin kutanyai begitu? 

Aku tak meragukan ketulusan kalian, hanya saja.. aku takut saja orang-orang tersayangku melabuh ke hati yang salah. Bahkan saat aku juga mengenal pasangan-pasangan mereka. Entah kenapa, duniaku sesempit daun kelor. Dan karena itulah, aku benci siklus ini. Mau berandai lagi. Andai bapak masih ada, aku bisa menerbangkan egoku bersama keberadaan beliau yang kujadikan sayap. Sayangnya, aku masih terlibat di dunia sempit ini. Di sesak ini. Mengubur mimpi yang sesekali bangkit dan menyisakan sakit. Tak apa, tak apa. Masih banyak yang bisa disyukuri. 

Jadi, apa poinnya? Tidak ada. Aku hanya menuliskan sedikit kisah yang kuanggap manis. Hanya satu dari beberapa temanku. Padahal, teman yang tak seberapa itu, yang entah sedang kasmaran, atau berjuang itu, punya kisah manisnya masing-masing, aku yakin. Aku pun punya, in my dream. Serius.

Mimpi kan adalah jalan pintasku menuju bahagia. Sedikit banyak yang kutulis jadi cerita itu, sepertinya sebagian lainnya akan menjadi kenyataan. Ah, aku sulit menjelaskan. Tak berharap, pun tak ingin membuat skenario macam-macam karena itu sudah pernah kulakukan di lembar kerja office word. Hanya melepaskan diri dari jerat pikiran dan bayang-bayang rasa sedih yang tak jelas. Aku tak boleh lama-lama menyakiti hatiku sendiri. Ingin bersenang-senang bersama setumpuk beban di kepala ini. Tuhan, semoga semua berjalan lancar. Semoga, kita senantiasa berumur panjang. Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar