Sabtu, 28 Maret 2020

AKU DAN KISAHKU

Ha-lo. Hahaha :)

It's been a long time.  Hahaha.
Halo lagi ya.


Ritual ini masih sama. Narasi panjang yang harus ada di setiap tahunnya. Satu-satunya hal yang bisa kulakukan untuk menyenangkan diri sendiri. Aku yang sejujur-jujurnya hanya ada dalam teks. Pada tulisan, aku telanjang. 

Hmm, mari hembuskan napas. Melihat kembali masa lalu, jelas akan memunculkan luka. Aku hanya sedikit lara yang menghibur kesakitan lewat rasa sakit itu sendiri. Komedi ya tragedi. Konyol sekali. 

Dua puluh lima, dua puluh enam, atau dua puluh tujuh, berapapun itu, tanggal-tanggal keramat di bulan Maret selalu sukses membuat aku memikirkan kado apa yang tepat untuk diriku sendiri. Dan tahulah kalian apa yang telah kudapat sekarang. Setahun ini, tak lebih dari asa paksa tanpa jeda. Keluh dan peluh jadi gambar aneh yang menjadi biasa saja. Ah, kenapa aku jadi bodoh begini? Kenapa aku sulit memahami tulisanku sendiri? Apa aku tak bisa lagi jujur pada curahan yang aku tulis? Atau bahkan aku terlalu jujur sehingga sulit melihat batas itu? Benarkah? 

Tahun ini, aku kehilangan banyak hal. Salah satunya, diriku sendiri. Aku bukan aku. Entahlah, aku seperti terjebak pada jurang kesedihan. Kata seorang teman, aku hanya mencari kambing hitam. Dari masalah-masalah yang dulu, aku terus mencari alasan. Kenapa jadinya begini? 

Sesal tak berbuah apapun selain sesal. Perkara apa saja, aku telah kalah sepertinya. Mengingat lebih jauh hanya sakit yang muncul. Membayangkannya ngeri. Betapa aku telah hilang kendali. Apa ini yang namanya hidup? Dinamis? Lucu. Memperjuangkan apa yang tak ingin kumiliki dan meninggalkan sebuah tujuan. Ya, ambigu memang. 

Aku hanya bisa tertawa di hari-hari menyebalkan ini. Tak ada kesenangan atau rasa syukur. Hati dan pikiran telah bekerja sama untuk menjadikan fisik lemah dan otak tumpul. Tak ada cermin untuk aku berkaca. Apa yang telah kudapat? Tak ada satupun selain rasa sakit. Kesalahan yang terus terulang. 

Bodoh! Menjadi bodoh untuk mencari peruntungan. Menggadaikan waktu untuk mencari kebetulan. Bertaruh dengan perasaan untuk mencari perasaan. Berjudi dengan diri sendiri untuk mencari hal yang tak pernah pasti. Ah, celaka. Padahal semua bisa terjadi begitu saja. 

Saat datang kehendak bahagia, pengaruh lain datang. Ya tentu yang berseberangan. Tak dapat menolak, pikiranku telah terbajak oleh suatu hal yang masih kucaritahu, apa itu. Meski ada kesadaran, tak ada tindakan. Hanya analisis dan analisis. Teori dan perilaku. Pikiran dan pemikiran. Manusia dan manusia. Mati. Sampai kapan akan begini? Sakit. Tuhan. Maaf, aku rindu, rindu sekali. Maaf lagi, doa-doaku masih sebatas teks. Narasi berulang yang sangat singkat. Betapapun menyebalkannya aku, mauku berlaku. Sebegitu murah nilai doa yang sedikit itu? Atau mungkin aku saja yang berpuas diri dengan menyimpulkannya begitu saja?

Aku pernah sangat kebingungan. Mencari jalan yang sebenarnya sudah ada di depan mata. Haha, aku kehilangannya. Kesempatan dan waktu. Jadi, kenapa sekarang seakan-akan aku ingin mengulang lagi? Atau mungkin hanya perkiraanku saja yang berkata tengah mengulang lagi! Tapi nyatanya aku gelisah. Lagi dan lagi. Terus menerus. Mimpi? Lebih parah. Mungkin hanya jadi mimpi dalam mimpi. Tuhan mungkin saja sudah memberi banyak kesempatan. Untuk memperbaiki diri dan membayar penyesalan. Tapi, aku terus saja larut dalam perasaanku sendiri. Menjadi pesakitan nyatanya lebih menyenangkan. Ya, seperti kata temanku tadi. Kambing hitam. 

Awalnya kujawab. Aku tak mencari kambing hitam. Aku hanya sedih, sesak dan kecewa. ‘Toh, Aries bukan kambing hitam!’ Kelakarku pada diriku di pikiran. Lalu setelah banyak bla dan bla, aku berpikir lagi. Benarkah demikian? Atau temanku itu saja yang salah dan mempengaruhiku. Aku semakin bingung. Siapa yang bisa kupercaya? Jangan jawab Tuhan. Ya aku tahu sebagai manusia beragama, percaya ya pada Tuhan. Maksudku, saat kita hidup di antara beragam manusia yang serba-serbi ini, di mana kesahku itu bisa kuletakkan? Aku tak kuat, aku tak mampu. Diriku tak cukup mampu untuk kupercaya lagi. Karena itulah aku bertanya-tanya, siapa?

Aku ingin bebas. Tidak hanya hidup yang terlihat bebas, tapi benar-benar bebas. Lepas dari pikiran tidak penting. Keraguan dan analisa bodoh. Harapan yang kubuat sendiri. Hahaha. Bagaimana bisa-bisanya aku terus berharap pada takdir jika dia selalu saja menyakitiku? Katakanlah Tuhan yang berkehendak, tapi aku tak merasa begitu. Kehendak Tuhan tak mungkin salah. Jadi, segala sikapku salah itu takdir yang ikut campur. Oh! Jadi begini! Jadi ini yang namanya mengkambinghitamkan. Ah, aku tengah mengkambinghitamkan takdir. Ah!
Sering aku sadar tapi tetap melakukannya. Ah, lagi dan lagi. 

Aku ingin senang. Aku ingin bahagia. Paling tidak di hari kelahiranku.
Terlambat. Ingatan pada Sabtu hanya sebatas kelabu. Tunda. Lain hari, aku berjanji lagi.

Sabtu, 28 Maret 2020 1.25 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar