Dua hari berselang. Waktu berlalu. Lanjut cerita? Baiklah.
Setelah menemukan akun R, tentu aku langsung add friend. Dan ada beberapa teman bersama. Seingatku, satu atau dua orang teman SMP yang sekolah di SMA dia, saudara yang pernah kutanyai tentang dia, kakak sepupuku, dan seorang kakak kelas. Dari kesemua teman bersama kami, aku lebih tertarik ke kakak kelas SMA-ku itu. Aku tidak kenal secara personal dengan dia. Hanya karena dia termasuk salah satu siswa populer karena menjadi ketum (apasih sebutannya lupa) pramuka, maka aku tahu dia. Kebetulan, dia anak Pak TU yang ternyata teman sekolah ibu. Ah, tidak penting diceritakan sih, tapi sebuah fakta lain kuketahui ketika mengorek informasi tersebut dari ibu. Pak TU itu saudara Pak J. Hehe. Aku sempat mencoba memancing pertanyaan seputar keluarga Pak J, tapi yang kudapat ya tentang Pak TU tadi. Hehe.
Tidak seperti dugaanku, beranda akun R penuh dengan postingan tentang agama. Wah wah wah! Ya, untuk aku yang waktu itu sudah tercemari otaknya dengan berbagai hal, agak gimana gitu. But, I think it's okay. I love everything about him. It's being positive vibes for me. Yaudahlahya. Nggak banyak yang bisa di-stalk dari akunnya. Hanya foto profil gambar diri dan dua postingan foto bersama siswa-siswa SMA di salah satu sekolah negeri di kota kami. Kayaknya dia sedang magang deh, nggak ada keterangan apapun soalnya.
Aku kembali scroll ke atas. Melihat lagi gambar dirinya. Dan apa yang kulihat? Di bawah foto profilnya terpampang tulisan jika dia bergabung di Facebook tahun 2014. Omg! Pantas saja!! Sampai otak berdarah-darah karena mikir keywords apaan ya ga bakal ketemu orang ga punya akun.
Setelah kami berteman di Facebook, aku selalu menyukai postingan apapun yang dibagikannya. Peduli tentang agama atau apa, selama dia lewat ya kuklik. Dan sepertinya aku satu-satunya yang menyukai haha. Hingga suatu hari, profil fotonya berganti dengan foto dia bersama seseorang. Swafoto dengan perempuan. Diedit menggunakan efek sepia. Ah, hatiku mencelos. Apa-apaan? Lancang banget sih main sakit hati wkwk.
Setelah itu, aku nggak buka Facebook lagi. Lumayan lama sih. Nggak ada alasan untuk main ke sana. Sedih. Waktu itu, tentang R dan segala yang kulakukan saat itu, nggak ada teman yang tahu. Satu-satunya kisah yang tidak kuceritakan ke siapa-siapa. Hingga aku kembali penasaran. Lama sekali. Tapi, aku kembali memberanikan diri membuka profilnya. Melihat kembali foto itu. Dan aku hanya tertawa melihat kebodohanku. Dia, berfoto dengan neneknya. Perempuan yang tinggal di rumah yang selama ini aku lirik. Hahaha, bodoh sekali aku. Bahkan di kolom komentar, ada nama kakak kelasku juga. Hahaha-hahaha. Setelahnya, aku jadi makin suka.
Perjalanan masih berlanjut. Like like dan like. Nyaliku hanya sebatas menge-like postingannya. Aku jadi ingat seorang kenalan yang sungguh berani memulai conversation dengan orang yang dikaguminya. Bahkan, sampai ke media yang lebih privat. Sedang aku? Aku tidak seberani itu. Toh ya aku nggak bisa menjamin bisa bertanggung jawab atas diriku sendiri untuk menjalin hubungan. Nggak pernah ada pikiran ke situ. Ya sudah. Hingga--ah, hingga lagi~
Hingga suatu hari sesuatu yang mencengangkan terjadi lagi. Dia memperbarui status hubungannya jadi 'menikah'. Ah, aku tahu maksudnya menikah bukan benar-benar menikah. Tapi, itu tandanya dia sudah punya pasangan. Dan ya, aku cukup tahu diri untuk tidak menyukai atau berharap milik orang lain. Ya, meski tidak bisa dipungkiri, sejauh apapun hubungan kami, ada sedikit--banyak--rasa sakit.
Aku jadi ingat yang terjadi di waktu lampau. Saat kami masih sama-sama menjadi siswa. Sepertinya aku pernah beberapa kali melihat dia berboncengan dengan perempuan. Satu-satunya yang kuingat ketika malam-malam. Saat itu sedang ada kirab Ogoh Ogoh lewat depan rumah. Ya rame dong jalanan. Banyak orang-orang asing berhenti di pinggir-pinggir jalan buat nonton. Ada yang kejebak macet juga. Dari kerumunan orang-orang itu aku seperti melihat ada R sama seseorang. Ya, emang hanya 'seperti' dan malam hari pula. Tapi, aku hafal betul perawakannya. Dan ya, itu dulu sekali. Tidak pasti sih. Yang pasti ya saat dia mengganti status Facebook-nya itu.
Sedih. Saat itu aku benar-benar sedih. Pengalaman pertama patah hati sebelum diikuti sakit-sakit di hati lainnya. Oh, jadi begitu. Meski bisa dibilang harusnya itu nggak seberapa sakit tapi ya tetep aja, sakit gitu. Hehe. Pertama kalinya juga aku cerita tentang R ke orang lain. Saat itu hanya ada satu temen yang tahu. Aku lupa sih kenapa berani sekali aku bercerita. Mungkin karena memang nggak tahan lagi memendam sesuatu. Bagiku bercerita ke orang lain tentang suatu hal adalah bentuk pengakuan terhadap diri senidiri. Dan bercerita memang bisa sedikit membantu, meredakan gejolak yang membara--ih apasih!
Untuk berusaha menghapus segala harap, aku menghapus pertemanan kami. Sepertinya dia tidak sadar dan tidak peduli. Tapi, beberapa kali saat iseng membuka Facebook aku masih saja menengok akunnya. Suatu hari tiba-tiba saja aku tidak dapat menemukan akun R. Apa dia mengeblok akunku? Tapi, dengan skill stalking yang kumiliki, aku berhasil menemukannya. Dari kolom komentar salah satu foto lawas kakak kelasku, aku menemukannya. Nama akunnya ganti. Foto profilnya juga. Dan ya, bukan foto dia dan neneknya, hanya setangkai bunga. Ah, tiba-tiba jadi benci bunga. Tapi, bunga memang sangat cantik sih. Aku selalu iri. Setelah itu, intensitasku melihat profilnya menurun. Susah sekali menemukan profilnya. Nama akunnya aneh dan susah dihafal. Sedang postingan kakak kelasku itu semakin hari semakin menumpuk.
Meski begitu aku belum sepenuhnya berhenti berharap. Ketika liburan kuliah, ada harap dalam diri untuk menemui kebetulan-kebetulan lain. Bahkan sampai sekarang, jika lewat depat rumahnya aku masih menengok. Tapi bedanya, tidak ada lagi kebetulan seperti dulu. Entah dia yang baru keluar dari rumah, dia yang sedang bersantai di halaman, dia yang berjalan ke rumah neneknya, tidak ada lagi yang seperti itu. Aku curiga aku telah lupa dengan wajahnya. Sekalinya melihat motor matik putihnya muncul dari rumahnya, bukan dia yang mengendarai. Motor itu berubah jadi motor balap di tangan adiknya. Ah, ya sudahlah.
Waktu berlalu. Kisah asmara--wuekk--ku tidak lagi bertumpu pada R. Ada A, B, C dan kesibukan lain yang menumpuk. Kadang saat iseng mengobrol dengan teman-teman masalah cinta, aku menceritakan tentang R. Respon mereka ya tidak percaya, sama seperti teman SMP-ku dulu. Ketika aku cerita jika tidak sedang menyukai siapapun mereka juga tidak percaya. Lantas bagaimana??? FYI. About love, I always realize and acknowledge my feelings too late. So, even though at the time I liked someone I never wanted to confess. And also whatever I dare to say honestly is a thing that has passed. As it is now.
Selama tiga bulan tinggal di rumah, aku jadi teringat R lagi. Cuma kepikiran saja. Kenapa nggak kelihatan ya? Aku juga nggak berusaha mengecek medsosnya kok. Bener-bener sekedar ingin tahu kabar saja. Setiap lewat depan rumahnya dan nengok, juga nggak membuahkan hasil.
Hingga dua hari lalu, saat aku mulai menulis kisah R ini, ada sesuatu hal menyedihkan yang melatarbelakangi. Sangat. Di siang yang sepi, suara ambulan keras memekakan telinga. Pikirku, ya hanya ambulan biasa yang lewat karena memang karena pandemi ini mobilitas ambulan bertambah. Tapi suara itu bertahan lama. Aku yang sedang ingin mulai mengerjakan tugas mencoba mengabaikannya. Hingga ibu mengecek keluar dan bergumam. Sepertinya ada orang meninggal. Padahal seharian tidak ada siaran apapun dari masjid atau musola.
Oh maaf. Harusnya tulisan ini selesai malam kemarin. Tapi karena kepala pusing nggak ketulungan, skip. Rasanya kayak mau mati aja wkwk. Udah priksa pagi tadi dan ternyata tekanan darahku cuma 80. Katanya karena kecapekan. Padahal kegiatanku ya cuma gini-gini aja. Sekarang agak mendingan. Sebenarnya nggak boleh mainan hape atau laptop dulu. Tapi, sudah agak mendingan dan nggak tau mau ngapain.
Kemarin sampe? Ah, iya. Ambulan itu bawa kembar mayang alias sepasang bunga yang dibikin dari janur. Biasanya buat kemanten. Kalo dalam kasus itu, menandakan yang meninggal masih lajang. Orang-orang yang mengantar banyak banget. Hampir seluruhnya anak muda. Ibu bilang wajah-wajah mereka asing. Kebanyakan orang-orang daerah rumah R. Aku keluar ikut mengintip. Memang, mobil ambulan berjalan lambat dari arah rumah R ke makam. Ya Tuhan. Pikiranku langsung tertuju pada R. Tapi ya jelas aku menampik.
Setelah iring-iringan pengantar jenazah lewat, ibu dan paman yang sama-sama tidak tahu penasaran. Seorang tetangga seberang jalan, datang dan berkata. "Anaknya Pak J."
Innalilahi.
Ya Allah, betapa terkejutnya aku. Sambil menyimak aku menahan sesak di dada. Kata tetangga itu, anak laki-laki Pak J yang meninggal. Kakang ragil. Maksudnya, kakak dari anak bungsu. Anak nomer dua dari bawah. Sedang katanya, anak Pak J lima yang ke semuanya laki-laki. Seingatku R punya adik laki-laki yang kuceritakan tadi. Tapi, apa mungkin anak sekecil itu masih punya adik lagi. Tetangga itu menyebutkan seorang nama. Bukan R. Tapi aku masih terkejut. Lalu, aku pergi ke rumah sepupuku yang keduanya sekolah di madrasah dekat rumah R.
"Ada orang meninggal. Anaknya Pak J. Namanya B." Kataku. "Kalian kenal?"
"Oh, dia kakak kelas adikku." Kata sepupuku yang tua.
"Ah, kukira."
Lalu, aku kembali mengecek akun medsos R. Mencari petunjuk lain. Lumayan lama aku mencari hingga menemukannya. Tapi, lama tidak ada pembaruan status. Malam harinya, Abang ke rumah. Orang-orang masih membicarakan kematian anak Pak J yang mendadak itu. Lalu Abang menyebutkan nama-nama anak Pak J yang diantaranya tidak ada nama R. Ah, sedih.
Tentang kematian dan kehidupan. Yang meninggalkan dan yang ditinggal. Keduanya sama-sama menyakitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar