Minggu, 28 Maret 2021

Aku dan Kisahku - Minggu Pertama

Hai, halo. Selamat malam, selamat menikmati akhir pekan.

Sudah lama tidak bersua dengan tulisan. Akhirnya hilir ini kembali ke blog lagi. Lagi dan lagi. Sebenernya, sesekali waktu pengen nulis dan sudah coba nulis. Tentang bias idol. Hahaha, tumben ya. Ya lagi nge-hype Ajushi Korea hehe. Tapi aku ga bisa nyebelsaiin tulisan itu. Padahal remeh banget yak. Sebatas curhatan kenapa aku suka Super Junior, dan kenapa Kyuhyun! Kurasa itu terlalu berharga jika ditulis ketika pikiran tidak jenak. Yah, u know lah.

Ngomong-ngomong, kisah kali ini kudedikasikan untuk diriku sendiri. Dengan berbagai masalah yang sudah atau tidak kuceritakan di blog sebelum-sebelumnya terkait tulisan, rasanya susah banget kembali ke sana. Keinginan nulis ada. Kemampuan bisalah dipaksa. Tapi keadaan tidak mendukung. Aku dengan segala ketakutanku. Trust issue? Ah, aku sangat benci diriku jika memikirkan bagaimana aku trauma takut pada kesialan yang sama secara berulang. Aku memilih mendekam. Berdiam dengan menghibur diri dengan tumpukan beban. Hahahaha, pecundang ya? Hahaha. Yap, aku menulis ini sebagai catatan mingguan--semacam catatan harian versi panjang. Ingatan pendek dan aku yang enggak ngapa-ngapain ini mendesak diri untuk mencatat dan mencatat. Dan setelah mencaritahu berbagai aplikasi semacam Diary, dengan pertimbangan-pertimbangan lainnya, aku tetap kembali ke sini.

Mari berbicara tentang minggu pertama. Minggu pertama ini, adalah hari Minggu pertamaku di umur 23. Hahaha, enggak ada yang spesial. Enggak penting juga untuk diingat, tapi aku ingin kayak dulu lagi. Mengingat segala kejadian lewat teks. Karena menulis langsung sangat susah pada saat ini--aku di rumah, tak ada ruang dan waktu private. 

Hari ini hampir seperti biasanya. Menghabiskan waktu dengan ponsel dan ponakan. Dari Twitter ke WhatsApp, lalu buka tutup telegram. Cek konten suju. Streaming bentar. Rapat sambil masak eksperimen. Nyuci dan... Ah aku tadi sempet beberes kayu-kayu bekas pohon cabe di belakang. Wkwk tumben. Hmm, ya gitu deh.

Akhir-akhir ini baterai ponselku nge-charge rata-rata 3 kali sehari. Bahkan saat engga dipake stream gila-gilaan tempo hari. Ya emang udah lumayan lama dan hampir 24 jam dipake terus. Sejauh ini, sayang banget sama ini hape karena meski kadang ngeselin, bisa diajak survive sampe detik ini. Juga, mampu nyimpen kenangan. Huhuhu, tahu sendirikan gimana hubunganku sama gadget wkwk.

Eh, eh, kayaknya aku tuh lebih sayang ke benda dari orang wkwkwk. Hape, laptop, ah sayang banget sama mereka. Orang? As long, sepertinya cuma bapak dan ibu tok. Ya, lambat laun setelah bapak nggak ada, ada sedikit rasa sayang ke para ponakan. Baik cucu kandung bapak, atau anak dari keponakan ortu. Kayak susah banget gitu merasakan sebuah ketulusan. Ya, sebelum meminta untuk mendapatkan, aku coba memberi. Secara tulus. Dan kadang penuh emosi, amarah wkwkwk.

Rasa sayang ke lawan jenis? Ah, ke bias maksudnya? Idol? Aktor? Wkwkwk. Cinta platonik yang susah terdefinisi sih itu. Aku dan cerita-ceritaku sebelumnya, baik tentang asmara atau air mata, itu semua beneran terjadi. Tapi banyak hal lain yang nggak tertulis dan itu bisa mempengaruhi segala ceritaku. Mungkin memperkuat, mungkin juga memperlemah. Yang jelas, jangan pandang dari satu sisi saja.

Jika aku pernah bercerita tentang si R, ya namanya Rizal. Aku lupa pernah spill nama itu atau engga, tapi di sini kutulis saja wkwk. Lama jadi secret admirer membuatku geli kalo inget dia udah nikah dan punya anak. Seperti yang kemarin-kemarin, saat aku berhenti 'suka' ke seseorang saat tahu dia punya pacar, hal yang sama berlaku ke Mas Rizal. Aku nggak berharap apa-apa. Enggak memikirkan apa-apa lagi. Kenal juga enggak sih. Selama ini cuma mengagumi dan masih enggak ada kesempatan untuk kenal. Beda sama si orang yang udah punya pacar itu, aku ngelakuin a, b, c, dan lain-lain dan berakhir dalam batin. 

Nah, setelah si mas itu aku sedikit tertarik sama satu temen nih. Tapi lagi-lagi karena aku lebih sayang ke benda-benda dan hal-hal tertentu daripada manusia, aku abai dan berhubungan professional saja. Tapi, saat orang-orang di sekitarku mendesak bertanya, siapa orang yang aku suka, mau nggak mau namanya muncul. Dia jadi bahan omongan tentu saja. Padahal aku biasa saja. 

Suatu ketika saat kami--aku dan orang-orang sekitarku--ada acara di luar kota, mereka bertemu sosok yang mirip si bahan omongan tadi. Menyebalkan, aku didesak untuk kenalan dengan dia. Hahaha, ga waras. Aku? Aku yang nggak peduli dengan begituan suruh kenalan? Oh, no! Tapi, untuk kebutuhan jaringan, suatu saat aku mencoba. Entah bagaimana caranya, kakak tingkatku menemukan akun ig-nya. Setelah berpikir panjang, demi kebutuhan organisasi aku mem-follow-nya. Difolback. Tapi, tak ada interaksi apapun selain saling like dan saling lihat story yang dia jarang lakukan. Namun, entah iseng atau sengaja, dia reply sorotan storyku yang sudah lumutan. Tentang puisi akrostik. Aku ladenin dong. Demi kebutuhan lembaga. Hal lain sebagai pemacu untuk tertarik dengan dia adalah kota asalnya yang sama dengan almarhum bapak. Bahkan Kecamatannya sama. Kebetulan juga postingannya bikin adem aku yang nackal. Tentu hanya sekedar tertarik. Saling mengundang ke sekretariat masing-masing saat ke berkunjung ke kota kami. Formalitas mungkin. Tapi aku benar-benar ingin ke sana dan akhirnya ke kota dia. Sayang, banyak kegiatan online kala itu. Dan aku juga membagi waktu dengan keluarga yang kukunjungi dan puskesmas wkwk. Aku pun sudah tidak begitu tertarik. Dia seperti lenyap dari sosmed.

Tadi pagi, dia update story. Membagikan gambar foto yang menandai dirinya. Ah, sudah biasa. Sesekali begitu memang. Tapi foto bayi? Dan cuma dia dan seorang perempuan yang ditandai di sana. Omaigat! Aku pencet dan pencet. Itu istrinya. Astaga!!! Setelah menerika kenyataan kalau mas Rizal sudah berkeluarga dari foto profil-nya, sekarang dia. Ahahaha, lucu lucu. Lucu sekali. Hubunganku dengan lawan jenis sebatas itu. Mungkin aku tidak pernah benar-benar menyukai seseorang. Mas Rizal dan dua orang yang mirip tadi, serta perasaan mas-al-lalu dan pacarnya, semua  bisa kuredam pelan-pelan dan hilang begitu saja. Perasaanku, tak dapat jatah buat cinta-cintaan. Keterpurukan dan beban-beban tadi memenuhi. Diriku beban. Dan cinta, bagiku hanya ilusi.

Taruhlah aku di situasi dimana aku benar-benar jatuh cinta pada seseorang. Menangis hanya dengan mengingat betapa banyak rasa suka dan bersyukur mengenalnya, daripada benci. Padahal, kebencianku tak terkira banyaknya. Nah, bisa dibayangkan betapa aku mencintainya? Saat aku di situasi yang demikianpun, perasaanku akan kalah dengan pikiran. Aku dan diriku, aku dan mimpiku, aku dan pikiranku, aku dan teman-temanku, aku dan masa depanku, aku dan kamu? Ah! Gila! Kenapa jadi bahas hal begini wkwkwk. Yah, intinya di situasi yang demikian semua bakal meredam. Dengan radang di dada dan tekanan batin atas nama cinta, aku kaku. Mencoba mencari pencerahan dengan bertanya sana dan sini. Mendengarkan penguatan di luar pengusul, wkwk. Alibi-alibi untuk menyatakan jika aku tidak sedang jatuh cinta. Ahahaha! PUN, meskipun suatu ketika aku gagal dan bilang aku cinta, aku suka, akan ada kemungkinan lain yang mendorong diri untuk yakin, 'Enggak! Kamu tertarik doang! Kayak ke si A B C dulu. Move on! Move on!'

Mari move on! Di banyak cerita itu, awal-awalnya aku hanya bercerita saat gila di hari lahir. Tanpa baca ulang, tanpa editing. Post post post. Curhat! Momen ini mungkin hampir sama. Aku ngoceh dalam tulisan. Tanpa outline tentu saja. Benar-benae absurd dan liar. Tapi demi ketenangan hati. Aku jamin, tak ada yang membaca. Aku nggak akan share link ini ke mana-mana wkwkwk.

Tiga hari berumur 23 tahun, nggak ada progres apapun. Tidak dengan skripsi atau skill pribadi. Nonton drama enggak, baca buku enggak. Nulis apa lagi. Dengan banyak alasan yang hanya sekedar alasan. Pikiranku penuh sekali. Sangat. Tadi rapat, kemarin malam diskusi, dan malam sebelumnya ujian KKN. Tapi bukan karena itu tentu saja. Rapat dan segala kegiatan itu, aku sedang belajar mengimbanginya. Tidak lagi terlalu cinta pada organisasi agar tidak begitu sakit saat dikhianati, hehe. Yang jelas, di umur ini doaku cuma satu, semoga panjang umur! Sebenernya capek hidup, tapi kalau aku mati, bagaimana orang-orang yang kutinggal? Ibu. Sekarang aku memang beban, tapi jika aku mati aku tetap akan menjadi beban. Bahkan lebih memberatkan. Jadi apapun impianku, apapun keinginanku, apapun goalku, jika panjang umur dan sehat selalu, pasti lebih baik.

Segala penyesalan yang tak jauh beda dengan neraka ini, plis Lit, jangan terus disesali. Kamu nggak bisa berbuat banyak selain menerima. Menerima kenyataan dan takdir. Tapi ingat, bikin perubahan dan evaluasi diri. Ya, perbaikan perlu dukungan, perbaikan perlu materi, jadi jika masih less dalam banyak hal mulai dari yang murah dan insyaallah mudah yuk. Alih-alih gidae, gido saja. 기도! 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar