Sabtu, 26 Maret 2022

Tiga Tiga

Part 1

Klise jika mengatakan tiga adalah angka yang spesial. Dilihat dari sudut pandang manapun, angka tiga punya ceritanya sendiri, yang sama spesialnya dengan angka lain sehingga tiga tak begitu spesial lagi.

Jika kembali ke masa tanpa beban, tiga telah akrab denganku sebagai peringkat. Ranking. Akrab bukan berarti selalu bersama. Karena itulah, aku tak selalu ranking tiga. Ranking 1 dan dua selalu ditempati orang yang sama, dan angka tiga selalu bervarisai. Aku, Candra, dan Rizka. Karena ini dari sudut pandangku, akan kubilang akulah yang paling banyak menempati ranking tiga.

Tadinya, aku ingin men-skip masa SMP-ku yang rumit karena mencari angka tiga di sana, sama artinya dengan mengingat tiap detail kisahnya. Namun, seberkas ingatan tentang drama Korea siang yg habis di jam tiga sore memberiku sedikit semangat. Setiap jam tiga sore di masa itu, aku bergegas mengerjakan segala kegiatan rumah mumpung Indosiar masih menayangkan berita. Memasang alarm untuk jam setengah lima sore karena di waktu itu drama Korean lain akan tayang. Anehnya, tiap jam tiga sore, tanpa sengaja seseorang yang sangat amat kukenal sekaligus paling kuhindari selalu lewat depan rumah. Masih memakai seragam dan mengendarai motor Vixion hitamnya. Aku tidak ingat kapan tepatnya, tapi jika itu motor Vixion berarti sudah kelas tiga karena dulu saat kami sekelas di kelas dua, motornya belum itu. Dia siapa? Hmm dia alasan kenangan SMP-ku tumbuh menjadi trauma. Dia sesak yang selalu datang meski sekedar menyebut namanya. Aku tak sengaja melihat dia di jam tiga sore itu. Dan keesokan harinya, dia lewat lagi. Kutengok jam di atas pintu masuk rumah. Jam tiga sore! Aku tak bisa bilang dia setiap hari lewat sana, namun ketika sedang ingat, aku sesekali menunggu dia lewat di sekitaran jam tiga. Dan tak sampai lewat lima menit dari dentang jarum di angka tiga tepat, dia lewat.

Di masa SMA kenangan angka tiga sedikit apik--ya setidaknya tak menyakitkan. Saat memegang brass dan masuk section trompet kami diberi nomor diri untuk menandai chart display unjuk gelar. Penjelasan itu cukup panjang, yang jelas saat pelatih menata kami sesuai gambar, dia lebih sering memanggil nomor, alih-alih nama. Hal menyebalkan, adik kelas yang baru beberapa hari gabung dan sudah ditaruh di trompet, selalu memanggilku tiga. Tiap kutegur kalo tidak sopan, dia mengelak jika umurnya lebih tua. Ya memang, tapi itu menyebalkan. Meski aku sering marah, namun itu bukan sesuatu yang serius. Risih, tapi ya sudahlah. Saat itu aku sudah kelas tiga, tak perlulah mempermasalahkan hal seperti itu. Lagi pula, nomor case trompetku kebetulan tiga. Kebetulan sekali!

Angka tiga lainnya akan kulanjut nanti. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar