Minggu, 23 Oktober 2022

SETELAH DATANG DAN SEBELUM PERGI, MEREKA PERNAH MENETAP

Setelah datang dan sebelum pergi, mereka pernah menetap. 

Ada di lingkar terdekat dan selalu jadi penyemangat. Tanpa mereka tahu saja, keberadaan mereka sangat mempengaruhi hidupku. Tak ada satu pun orang di sekitarku yang tidak berpengaruh. Mereka ada dan selalu ada. Karena setelah datang dan sebelum pergi, mereka pernah menetap.

Hidup bersama tanpa sekat. Berbagi segalanya seperti tak akan berpisah saja. Padahal siapa sih yang tidak sadar jika di setiap pertemuan akan ada perpisahan? Aku si paling susah move on saja, sadar. Kita, siapapun kita, tak akan bisa bersama selamanya. Akan selalu ada kekosongan. Pergantian demi pergantian menunggu henti. Ada. Mereka ada pada sela. Bahkan, mereka selalu ada tanpa mereka duga. Dan apakah aku pernah menetap di kehidupan mereka juga? 

Aku lelah dengan pikiran-pikiran yang menganggu ini. Mereka yang silih berganti, lama kelamaan jadi menyesakkan. Aku ingin berkata, jika datang, datang saja, jangan pergi. Menetaplah di sini. Tapi, ujung perpisahan yang entah apa kelak turut menghantui. Karena aku yakin, ini pasti akan berakhir. Kisah hidupku yang sudah berliku ini, kuyakin masih panjang. Aku sudah lelah dengan pikiran ini. Aku sudah capek dengan kecemasan ini. Aku sudah tidak mau memikirkan narasi-narasi ambigu. Tapi, aku tidak tahu kudu bagaimana. Karena aku tidak punya daya untuk mengendalikan situasi. Mereka yang datang dan pergi itu, tidaklah salah. Aku pun juga tidak. Namun, aku lelah menghadapi itu. Aku senang. Sangat senang. Namun, aku si manja ini, kudu membayar mahal untuk pilihan-pilihan bodoh tak bertuan. Aku harus mengeraskan hati untuk meneruskan hidup. Seperti hari-hariku dulu yang keras, tidak bisakah aku kembali seperti itu lagi? Menguatkan hati dan sesak? Mereka-mereka itu hanya datang untuk pergi. Hanya pernah menetap, bukan benar-benar menetap. Jadi, singkirkan fatamorgana kesenangan yang akan lekas lebur seiring waktu berlalu. Kesengsaraan tak berujung yang menyesakkan. Jangan jatuh di lubang yang sama lagi. Cerita hidupku sudah terlampau banyak untuk ditulis. Mereka yang pernah menetap itu, juga sudah punya bagian masing-masing. Cukup, cukup. Tangismu tak penting bagi mereka yang hanya pernah saja. Cukup cukup. Cukup. Seperti halnya kamu mendoakan mereka untuk terus bahagia, agar jangan sampai seperti dirimu yang sangat sial, kamu juga harus mendoakan dirimu sendiri. Ya, silakan berpikir doa apa yang akan kau ucap karena sulit sekali memohon pada Yang Maha Kuasa untuk diriku yang... seperti ini. Aku tidak tahu. Kenapa mereka jahat sekali? Tidak. Kenapa diriku mudah sekali tersakiti? Kenapa aku harus melalui ini? Kenapa aku terus menerus seperti ini? Kenapa aku? Kenapa harus aku? Jangan. Jangan dijawab motivasi konyol yang tak lebih dari omong kosong. Aku lelah mendengar pun mengatakannya. Aku tidak mau memikirkan jawabannya juga. Aku tidak mau memikirkannya. Aku lelah. Meski ada jawaban yang tepat sekalipun, apa gunanya? Apa? Apa? Hidupku tetap begini-begini saja. Mungkin aku pernah berlaku jahat kepada orang lain. Entah aku menetap atau hanya sekedar lewat untuk mereka. Tapi, yang harus ditahu, tak ada sedikit pun niat seperti itu. Aku hanya... aku... entah...

Sekarang ini, aku akan berusaha mengabulkan permintaan seorang teman. Satu itu saja.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar