Sabtu, 12 September 2020

Aku dan Satu Nama

Satu lagi deh ya. Masih sesek banget nih pikiran. Siapa ya?

Bentar, aku nengok Instagram bentar.

Nggak ada yang recommended. Ada sih, kakak keduaku yang tiba-tiba nge-like postingan, 43 detik yang lalu. Padahal kukira akunnya sudah nggak dipake. Cuma berat pembahasan tentang keluarga.

Ada sih satu nama dari tadi. Aku nggak yakin mernarik enggaknya, tapi dari pada mikir lama-lama mending langsung aja deh ya. 

Tio. Aku nggak tahu nama panjangnya. Yang jelas bukan Albert Tio, temen SMA ya. Tio yang kumaksud kali ini temen main pas masih kecil. Keciiilll banget sampe hampir lupa kalo pernah kenal. That's why aku pengen nulis dia. Karena sekarang seperti nggak pernah kenal hahaha. Biar nggak lupa juga kalo nanti aku hilang ingatan.

Tio ini sepupu sama mbak tetangga depan rumah. Ya nggak depan pas sih, agak ke barat dikit rumahnya. Hehe. Mbak itu seumuran sama Abang, tapi lebih deket sama aku karena kami sering main bareng. Nah, si Tio ini sering main ke rumah mbak tetangga itu. Rumah Tio sebenernya nggak jauh banget. Tapi ya cukup jauh kalo buat bocah TK main sendiri. Kalo aku sama mbak tetangga main bongkar pasang--adalah mainan dari kertas terus bikin rumah gitu, dia pasti ngerecokin. Di sana, di rumah mbak itu kami ngapa-ngapain bareng. Ya makan, ya mandi, berantem, kejar-kejaran dan sebagainya. 

Temenan sama Tio ini, kayaknya adalah pertemanan dengan masa tersingkat. Kami nggak satu SD. Dia jarang main ke rumah tetanggaku lagi pas gede. Dan nggak ada kesempatan ngaji bareng kayak teman yang lain karena dia bukan Islam. Aku nggak yakin Kristen atau Katolik, nggak ingat juga keluarganya ngerayain Natal atau Tahun Baru. Yang jelas, lama-lama kami jarang ketemu. Ada kabar juga kalau keluarganya pindah. 

Suatu saat, ketika kami sama-sama sudah remaja. Nggak sengaja kami ketemu. Bukan di rumah mbak tetanggaku lagi. Di jalan-jalan dan sekedar papasan. Tak ada sapa. Ya sudah, memang itu sudah lama. Dan aku tidak seramah bapak untuk selalu senyum sapa salam pada setiap orang. Di kesempatan lain, kami masih mengobrol. Ya, seputar apa keperluan saat itu. Pernah juga kami terlibat proyek yang sama. Remaja masjid. Aneh, sih. Tapi ya begitulah. Aku yang awam dan tidak peka terhadap lingkungan sekitar kaget melihat dia ada di antara mereka. Saat itu aku baru lulus SMA. Dan dia sudah lulus setahun sebelum aku. Dia sudah paham dan sering terlibat acara demikian. Tapi, karena dasarnya aku susah  bergaul alias para remas di sana tidak cocok denganku, aku mundur. 

Hm, kapan ya terakhir kali ketemu Tio? Nggak tahu. Lupa. Lebaran sih enggak. Mungkin saat rewang di hajatan tetangga? Oh, atau di peringatan 40 kalo nggak 100 hari bapak. Lupa deh.

Bisa dibilang Tio ini satu-satunya temen yang ke gereja. Ya, selama sekolah temenku kebanyakan Islam. Di SMP dan SMA barulah punya banyak teman Hindu. Tapi nggak dengan Kristen atau Katolik. Penasaran gitu, gimana temenan sama mereka. Dan pas kuliah baru bisa bertemu dan kenal nggak cuma dengan orang-orang yang sealiran dan seiman. Lain kali kalo ketemu Tio, aku harus nyapa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar