Selasa, 19 Januari 2021

Aku dan Satu Nama

 Halo, hai! 

Selamat malam, eh pagi. Gataulah pokoknya aku nulis di jam 02.07 WIB.

Beberapa hari belakangan, sebenarnya aku punya beberapa nama buat ditulis. Tapi sayang, karena tidak ada waktu--karena bukan prioritas, dan masih ada hutang tulisan di blog kemarin jadi ketunda hingga sekarang ini dapet nama lain. Wew, kupikir-pikir lagi, selain untuk konten Aku dan Satu Nama, kayaknya kesempatan ini bisa jadi confess deh wkwk. Dahlah, cus.

Aku dan satu nama, R. Dear R, dear Rizal. Entah karena apa aku punya keberanian nyebut nama ini. Karena di tulisan-tulisanku sebelumnya aku sering banget nyantumin inisial tanpa sebut nama. Sebelum menceritakan Rizal yang kumaksud, ada baiknya menyebutkan nama-nama Rizal lain yang kukenal. Nggak banyak sih. Seumur-umur cuma kenal Rizal adik temen SD--cuma tahu sih, nggak kenal, udah lama lagi. Dan Rizal temen kuliah. Pun, nama temen kuliahku nggak dipanggil Rizal. Selanjutnya, baru aku tahu Rizal yang ini. Rizal Esenzo--Ezenzo, Esenso--atau apalah itu wkwk.

Em, kalau sejak SMP dulu tahu istilah crush, mungkin R ini bisa disebut crush. Sejak kelas 2 SMP, setelah beberapa kali papasan di jalan sekitar rumahnya, aku selalu mencari-cari waktu untuk mengulang kesempatan itu. Ya, menunggu timing atau momen. Sekedar bersalipan, atau berpapasan, keduanya sama-sama menyenangkan. Dia ini, jadi pemacuku buat berangkat lebih pagi. Kutandai, kami bersalipan jalan di sekitar rumahnya tepat jam 06.30, jadi sebisa mungkin aku berangkat lebih awal dari itu agar sampai sana bersalipan. Pulang sekolah, aku kadang berharap juga berpapasan. Tak jarang, dia terlihat berjalan kaki di sana. Biasanya, itu terjadi saat aku pulang terlalu sore karena ekskul. Yap,--entah apa itu namanya--berlangsung hingga SMA. Sampai ketika aku naik ke kelas dua, dia jarang terlihat lagi. 

Pikirku, saat itu dia kuliah ke luar kota. Tapi beberapa kali kulihat dia berpakaian biasa--seperti habis kerja kasar, dan wara-wiri di jalanan depan rumahku. Hal-hal semacam kebetulan seperti berpapasan atau bersalipan jalan masih kerap terjadi. Selanjutnya tidak hanya di daerah jalanan depan rumahnya, namun juga daerah depan rumahku. Entah ada mantra atau apa, kadang jika aku hanya ingin menyebrang ke rumah saudara, selepas melangkah dari pintu rumah biasanya berpikir, "Ah, nanti mas itu lewat," dan boom! Itu kerap terjadi. Kadang, saat aku sudah di pinggir jalan tanpa memikirkan hal itu, dan tiba-tiba di kejauhan ada sosok menyerupainya, aku berpikir lagi, "Jangan-jangan itu mas itu," dan ya aku tertunduk di saat-saat seperti itu.

Suatu hari, saat aku menyadari jika halaman rumah tempat dia muncul selama ini bukan rumahnya, melainkan rumah neneknya, aku jadi tahu latar belakang keluarganya. Rumahnya dekat madrasah. Di belakang rumahnya ada sungai yang biasanya dijadikan tempat cuci mobil. Saat kecil, aku sering ikut bapak ke sana. Oh ya, saat TK pula, tanah lapang di belakang rumahnya jadi tempat bermain kami anak TK sampai Aliyah di madrasah itu. Itu saja kenanganku di sana. Selanjutnya aku sekolah ke SD yang berbeda lokasi.

Pernah aku menanyakan tentang dia ke saudara sebaya yang melanjutkan sekolah di sana. Tipis-tipis dan menurutku sangat tidak kentara. Dan dia menjelaskan dengan panjang lebar. Bodohnya, aku lupa siapa namanya. Nama tepatnya sih. Soalnya dia punya tiga saudara laki-laki. Aku tidak bisa langsung tanya tentang dia yang sekolah di SMA Z, enggak. Jadi ya, cukup meyakini saja kalau dia si anak nomer dua. Namanya... Ri..za? Rizal? Resa? Reza? Atau siapa?? Aku yakin huruf depannya R tapi R siapa??

Kembali ke masa SMP, saat itu tak ada sosmed yang kutahu selian Facebook. Kuketik semua nama yang berkemungkinan namanya. Tapi, dari puluhan akun yang muncul di tiap keyword, tak kutemukan namanya. Kucoba ketik nama bapaknya, siapa tahu ada, kan dia seorang pebisnis, ternyata tidak ada. Tak menyerah kumasuki tiap-tiap grup Facebook SMA-nya, kulihat satu per satu profil anggota grup dan nihil. Selepas itu aku pasrah. Lambat laun aku hanya meyakini inisial yang kuingat, R.

Aku yang susah tertarik pada lawan jenis ini, tetap setia menaruh R di sela-sela hati. Memunculkannya kala muncul pertanyaan pada diri, "Kok aku susah ya buat jatuh hati sama seseorang?". Sebenarnya aku tahu betul jika penyebabnya itu bukan R, melainkan sisi traumatikku sebelumnya, maka dari itu, si R jadi lentera. Obat dan penyemangat hehe. 

Waktu-waktu yang sangat jarang bertemu R adalah ketika aku gap year dan kerja. Saat itu, tak kutemui kesempatan-kesempatan lagi. Peluang yang kudapat kecil--ya meskipun di yang sedikit itu malah ada sedikit cahaya dengan saling lempar senyum sapaan yang canggung. Dan btw, aku yakin dia orang baik kok. Akhir dari usaha stalking-ku adalah saat aku baru punya akun Instagram di 2016. Dan lagi-lagi tak kudapatkan namanya.

Waktu berlalu begitu saja hingga aku sudah sibuk pada dunia baruku di kampus. Dia yang tak pernah tahu dan bahkan memikirkanku, kuyakin juga sibuk dengan dunianya. Pada tahun keduaku kuliah, di suatu sore yang menyedihkan, aku sengaja membuka akun Facebook untuk mengetahui lebih banyak tentang berita duka dari sanak di rumah yang sedang terkena musibah. Beranda Fb sudah seperti tetangga sendiri. Dan tahu, tanpa kuduga ada sosoknya lewat di sana. Muncul saat aku iseng men-sweep left saran teman. Namanya Rizal. Rizal pake Z. Aku tidak tahu harus senang atau sedih saat itu, yang jelas aku lega tahu namanya. Hanya ada dua--atau tiga-- teman bersama. Dua diantaranya aku tidak terlalu dekat pula. Dan taraaa, postingan-postingannya semua berbau agama. Serius, semua tentang agama. Kultum, ceramah, dan kata-kata mutiara. Yang membuatku terkejud, dia bergabung di Facebook pada tahun 2014. Pantas saja sih, meski aku jungkir balik kayak gimana pun ya ga bakal ketemu sih. Aku SMP 2012-2013 hahaha.

Di akun itu, tak banyak foto diri. Hanya foto profil dan satu fotonya bersama murid-muridnya di salah satu SMA di Srono. Wah, dia guru? Dia jadi guru? Dan ya, daerah itu jauh, pantas saja. ;(

Lanjut, suatu hari saat aku kembali mengecek Facebook, sekilas nampak foto dia dan seorang perempuan di profil berwarna sepia. Saat itu, aku mundur. Rasa ingin tahuku tentang namanya sudah terjawab, dan dia sepertinya sudah bahagia dengan pasangannya. Namun, di hari lain berhari-hari kemudian, saat aku penasaran kulihat lagi gambar itu. Astaganaga, itu foto dia dan neneknya. Astaga, bisa-bisanya aku berpikir seperti itu hahaha. Jika melihat postingannya kalaupun dia punya pasangan kemungkinan taaruf deh hehe.

Waktu berlalu tanpa ada kejelasan apa-apa. Ini bukan cinta sepihak, bukan. Seperti yang kubilang tadi, hanya crush. Eh, secret admirer maybe. Haha, I don't know I just want to know more and more. Dan ya, sampai sini saja ya. Bercerita tentang Rizal ini bisa sampe subuh. Eh, sudah hampir subuh deng huhuhu. INI SUDAH HAMPIR SUBUH!!

Sekarang sepertinya Mas Rizal sudah punya anak dan istri. Ada cerita lain kenapa aku bisa tahu, tapi enggak akan kuceritakan karena, ketika nama Facebook dia berganti dengan kearab-araban, kuanggap kisah Aku dan Satu Nama ini selesai haha. Sampai jumpa di cerita lainnya. Babay~


note: tanpa editing atau pembacaan ulang. sekali nulis dan udah. ngantuk tapi gabisa tidur tapi udah pagi. huhu bye~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar