Jumat, 13 Mei 2022

Kayaknya Aku Kudu Nulis.

This is not for you, but for me.

Haha, nggak tahu deh. Pengen aja nulis. Padahal nggak ada sesuatu yang lagi mengganggu pikiran. Ya, tadinya sih ada sesuatu yang terpikirkan sampai-sampai pengen nulis. Tapi, bukan hal buruk. Bukan sesuatu yang bikin sedih. Nggak niat buat nulis. Cuma, karena kebetulan pengen nulis, ya apa lagi dong yang bisa dibahas, wkwk. 

Jadi, hari ini aku nggak ngapa-ngapain. Eh, ini kok konsepnya jadi kek diary. Nggak ngapa-ngapain, bahkan nggak bantuin kerjaan rumah. Nggak juga ngelakuin kerjaanku. Buka laptop baru ini buat nemenin makan. Hmm terus... apa? Nggak buka draft skripsi sama sekali, tapi sok-sokan pengen motivasi orang lain buat ngerjain. Eh, bukan, nggak. Kali ini, nggak mau bahas skripsi. Tapi, aku bingung mau ngawalin dari mana. Males mikir penyebutan atau apalah-apalah, tapi nggak mungkin blak-blakan. Iya sih, nggak bakal ada yang peduli. Kayaknya pun nggak ada yang bakal baca. Tapi, tetep aja nggak betul kalo tanpa aling-aling.

Oke, kumulai ya. 

Menjelang maghrib tadi, entah kenapa jariku mencet aplikasi Facebook. Nggak ada sesuatu yang mau kulakukan. Cuma asal buka aja. Tapi, di salah satu saran pertemanan ada sosok yang menarik perhatian. Iya, cukup menarik perhatian. Kalau masalah kenal, hampir semua yang lewat ya kenal. Cuma yaudah gitu. Nah, si satu orang ini beda. Bikin aku mengunjungi akunnya. Sedikit ragu menggulir takut kepencet karena sepertinya akunnya masih sangat aktif. 

Nggak banyak aku ngecek akunnya. Hanya dua tiga post terakhir yang itupun foto. Meski gitu, foto terakhir yang di-post-nya mengundang banyak komentar yang tentu saja bikin aku pengen baca. Ya, nggak jauh bedalah sama komentar-komentar yang muncul di Instagram dia yang juga selalu ramai. Masih dengan orang-orang yang sama di ig, pernyataan yang dikatakan netizen itu, dibenaran olehnya. Pernyataan tentang dia yang sedang sendiri alias single alias jomblo!

Aku sudah menduga hal itu sejak melihat komentar-komentar di kolom ig mantannya (sih mantan) yang nggak lagi nge-tag dia karena teman-teman perempuan itu sering melakukannya. Eh, wait, aku tahu bukan karena stalking ya. Kebetulan di sec akun ig, kami temenan. Dia yang follow dulu. Padahal akun itu jarang aktif. Sekalinya buka ig, postingan si perempuan lewat. Udah lama sih, itu. Dan ya, begitulah ceritaku menduganya. 

Dugaan itu terkonfirmasi benar berkat ketidaksengajaan membuka fb. Aku pernah tertarik dengan orang itu dan sedikit 'stalk' di berbagai sosmed termasuk fb. Namun, aku tak dapat banyak informasi. Justru hal-hal terkait dirinya, kuketahui secara langsung dari mulutnya karena suatu kebetulan yang sempat kuupayakan. Dari sana, aku tak berharap apa-apa selain dia yang menyadari keberadaanku. Setidaknya, ikuti balik akun instagramku yang sudah tiga kali follow-unfollow akunnya karena tidak di-notice sama sekali. 

Entah. Rasanya tidak adil saat aku yang menyadari betapa apiknya aktingnya di suatu pertunjukkan yang kusaksikan kali pertama menjadi mahasiswa, lalu mencari tahu sosoknya di dunia maya hingga mengikuti akun ig-nya, namun tak mendapat folbek. Sedangkan, teman-teman seangkatan, yang secara masal mengikuti akunnya setelah melihatnya di ospek kampus, semuanya mendapatkan folbek. Seperti kekanakan, namun hal itu benar mengganjal. Mungkin karena nama Instagramku yang aneh. Nokia Tune. Namun, harusnya bukan masalah jika dia sudah tahu siapa aku kan? Menyebalkan. Aku jadi ingat karena pernah menunjukkan diri sebagai seorang wartawan kampus yang sejurusan dan merupakan adik tingkatnya yang... ah terlalu jelas njirr.

Ya, akhirnya aku difolbek di akhir urusanku dengan dia dan seperangkat hal-hal yang terkait dengannya. Namun, sampai titik itu, dia seakan tak mengakuiku sebagai adik tingkat yang berproses kreatif bersamanya. Laser matanya yang garang, bilang, lo itu gak diajak. Alias, dia menganggapku wartawan kampus yang sedang bermain-main di tempatnya. Ya, tidak salah juga sih. Memang demikian. Namun, namanya proses ya proses. Meski tujuanku nggak murni karena suka hal itu, tetap saja aku melewati proses itu dengan sungguh-sungguh. 

Ngomong-ngomong, langkah mundurku terhadapnya semakin mantap kala proses yang kami lakukan itu sampai di penghujung acara. Si mantannya tadi, yang baru kutahu saat itu adalah kekasihnya, datang. Sebenarnya, aku sempat menduga hal itu karena selentingan bacot masyarakat kampus selokan belakang yang meledek dia yang coba-coba mendekati teman angkatanku. Namun, ya kukira sekedar ledekan. Tidak mungkin kan teman-teman dekatku yang tahu isi pikiran dan perasaanku saat itu tak bilang apa-apa, karena beberapa dari mereka juga mengenal dekat si perempuan. Sayangnya, hal itu benar. Kebenaran yang menamparku bukan sekedar kedekatan mereka berdua, namun fakta jika temanku sengaja tak bilang karena menjaga perasaanku. Halah, tetap saja itu membuatku sedih. Langkah yang kugunakan untuk sampai di titik itu terlampau banyak. Pintu untuk keluar, jalan untuk mundur, tersedia. Aku pun bersedia karena golku sekedar folbek, kan. Namun, luka yang ditorehkan temanku tadi, cukup sulit terlupa.

Ah, yasudahlah. Kenapa terlalu banyak membahas masa lalu? Iya, benar. Dia yang membuat aku bikin puluhan origami itu. Ya, begitulah. Jadi dia sudah putus dengan kekasihnya yang katanya telah dekat dari awal kuliah, namun baru pacaran saat aku jadi maba. Ah, entahlah. Sudah berlalu dan sudah tak penting buatku. Hanya saja, aku kadang masih takjub jika melihat sosok dia yang sekarang. Sangat sangat sangat jauh berbeda dengan sosoknya yang dulu. Kalau saja dia seperti sekarang dari dulu, mungkin temanku yang pernah berkata dia bukan sosok yang tepat untuk disukai, akan berkata sebaliknya. Mungkin. 

Now, what?

Now, aku mau cerita kalau tadi setelah mengetahui fakta putusnya mereka, sempet coba nyari Twitter dia. Aku inget dulu pernah nyari juga dan ada. Cuma nggak dipakai. Akun kosongan. Dan tadi, pas kulihat lagi, akunnya sempat dipake meski nggak lama. Sekitar dua tahun yang lalu dan nggak banyak aktivitas. Namun, dari sedikit hal itu, satu-satunya foto yang dipost adalah foto sebuah tempat ngopi langgananku dan teman-teman. Ingatanku langsung menjurus saat aku ketemu dia di sana dong. Bulan dan tahunnya sama. Angle fotonya persis seperti tempat duduknya waktu itu. Lebih lanjutnya, aku mencari tahu apakah di tanggal itu aku ngopi di sana bersama dua teman yang aku ingat saat itu ada di sebelahku. Dan benar, di tanggal yang sama aku di sana juga. 

Ini bukan sesuatu yang penting, apalagi spesial. Tidak. Bukan juga sesuatu yang memiliki motif atau kemungkinan sebuah kisah indah di masa depan, tidak. Aku hanya suka dengan hal-hal kebetulan yang kutahu semacam ini. Maka dari itu kan, aku juga mengidam-idamkan kisah romantis yang mengacu pada kebetulan--atau takdir. Ya, dua hal itu tipis sekali pembedanya. Aku nggak berharap apa-apa kok, dengan apa yang terjadi waktu itu atau sekarang. Hanya menyenangkan saja rasanya menemui hal ini.

Seperti halnya saat mendapat kabar baik di hari ulang tahun, atau berpapasan dengan takdir secara tidak sengaja. Ngomong-ngomong, meski suka hal-hal romantis, aku punya pemikiran jika hal romantis itu diketahui oleh tokoh atau mereka-mereka yang terlibat di dalamnya, namanya tidak jadi romantis. Ya, ini perlu penjabaran yang lebih njelimet lagi. Aku belum sempat membahasnya di manapun, selain pikiranku sendiri sejak berbulan-bulan yang lalu. 

Ah udah ya. Kayaknya udah cukup dulu deh. Entah kenapa, setelah nulis ini, aku jadi sadar jika sebenarnya ada yang sedang mengganggu pikiran. Remeh sih. Tapi, aku nggak mau bilang ah. Cuma ada hal lalin yang sempat kepikiran dari kemarin. Nulis kan nggak mudah ya. Rumit. Begitupun cinta, perasaan. Jadi, dari kedua itu, lebih rumit mana?

WADUH, PLAYLISTKU SAMPAI LAGU PUPUS. AH, PUPUS DEH.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar