Halo selamat malam.
Ah, kenyang habis bikin mie instan tengah malam begini. Malam ini aku mau cerita tentang insiden pengeblokan baru-baru ini.
Hm, pernah kena ngeblokir atau diblokir? Awalnya aku pikir aku nggak pernah diblok atau ngeblok. Eh, ternyata pernah.
Kalau yang baru-baru ini terjadi masih ambigu. Galau berat pas foto profil RF--sebut saja begitu, menghilang. Ya, emang dia jarang aktif di sosmed. Bikin story juga jarang banget. Lebih sering di Instagram daripada WhatsApp. Dia jarang atau bahkan nggak pernah nonton story jadi nggak tahu dia masih hidup atau enggak. Jadi, pas foto profil WhatsAppnya hilang, pikiran udah ke mana-mana. Last seen dan online-nya nggak kebaca. Apa dia cuma ngehapus kontak? Ah, mau chat buat mastiin ada berapa centang yang muncul nggak berani. Sudah cukup deh kayaknya keisengan untuk chat dia duluan. Ah, saking jarang bertemu sih.
Akhirnya dengan pikiran penuh kecemasan coba minta bantuan orang lain buat nge-save nomer RF. Dan bam! Ada. Ada fotonya. Astaga! Wow sekali. Dan setelah pikiran jadi kelam, aktivitas keganggu--iya, rebahan doang. Galau seharian dan ga balas chat atau buka-buka sosmed. Sambat ke orang terpercaya dan juga sosial media. Ah, kasihan.
RF bangsad! Ya, meski mungkin nggak sebangsad temen-temen atau orang-orang kenalanku lainnya. Jika tanya RF siapa? RF yang mana? Atau tentang tentang lanjutan kisah A, B dan R, tenang RF bukan salah satu dari mereka. Tentu saja, RF bukan orang yang kukenal secara langsung. Dia seseorang yang disukai oleh seorang gadis kenalanku. Sebenernya RF, mengingatkanku dengan si A dan si B yang ingin aku ceritakan tempo hari. Beruntung gadis itu tertarik dengan orang yang benar-benar disukainya. Haha, logika dan perasaannya berjalan beriringan. Tidak seperti aku. Kata teman-temanku, aku terlalu pake logika. Makanya nggak pernah nemu orang yang tepat buat jatuh cinta. Ah, geli bangsad.
Iya, mixing si A dan si B cocok menjadi karakter RF. Yang satu bisa bikin kepikiran, yang satu bikin berdebar. Ah, andai ada sosok semacam RF di sekitarku.
Ah, aku lupa. Mungkin aku saja yang terlalu kuper dan pemalas. Bahkan untuk menengok lebih luas. Adakah orang-orang baik yang mungkin saja bisa jadi semacam RF? Hahaha, kalo sudah di titik itu, baru logikaku terturup perasaan. Ya, dia minta jatah. Dan aku diblok oleh pikiranku sendiri. Terbelenggu kemungkinan yang beragam. Ambigu yang pilu. Menyedihkan. Aku tidak seberani--atau seiseng--kenalanku sehingga menghubungi langsung laki-laki yang menarik hatinya. Dan mujur, dia dapat respon baik sebelum insiden blokir itu. Ya, mereka saling kenal. Karena ingin lebih mengenal, kenalanku tadi berkenalan dengan mengenalkan diri terlebih dahulu. Haha, apasih.
Aku? Aku juga pernah berusaha melakukan sesuatu ketika tertarik dengan seseorang. Bukan-bukan, bukan si A atau si B. Cheosarang, chaksarang. Cinta pertama, cinta sepihak. Ah, ngeri bicara cinta wkwk. Hmm saat itu, aku melakukan beberapa hal agar dekat sehingga bisa mengenalkan diri. Motivasiku pertama kali liputan ketika magang di UKM kampus adalah agar bisa mengobrol dengan dia. Ah, aku bakal sangat malu sih jika ada yang bisa menebak siapa orangnya hanya dari kisah ini--tentu bukan termasuk teman-teman dekatku karena mereka sudah pasti tahu dan kecil kemungkinan membaca blog ini. Belum puas, aku ikut kepanitiaan yang melibatkan dia. Dan sialnya aku ada di departemen yang selalu berhubungan dengan dia. Selalu. Padahal aku memilih departemen itu secara random. Endingnya? Berakhirnya kepanitiaan, berkuranglah rasa tertarikku. Sakit hati karena sikap dan pikiranku sendiri membuat aku kebal dengan rasa abai dari dia. Meskipun begiti, aku masih suka sampai aku tahu dia sudah punya kekasih. Ya, teman perempuan yang dekat dengannya dari lama, sepertinya baru mengganti statusnya sebagai pacar. Ah, tidak apa. Aku ikut bahagia.
Setelahnya aku tidak tertarik lagi. Semua yang ingin kutahu sudah kudapat. Masalah blokir, ya aku pernah memblokirnya tanpa alasan di salah satu sosmed. Ya kali, aku tidak difollback setelah empat kali follow-unfollow. Sedang teman-teman maba hampir semuanya difollback. Tapi, akhirnya kubuka juga sih. Cuma bentar doang kok blokirnya. Dia juga nggak notice kayaknya.
WhatsApp? Aku memilih menghapus kontaknya saat dia telah memasang foto profil berdua dengan pacarnya. Dan sepertinya dia juga tidak menyimpan kontakku. Ah, jika kupikir-pikir lagi, lucu sekali kisah itu. Usahaku tidak sekedar DM untuk membeli tiket atau meminta follback. Tapi, sebuah hal yang bahkan aku sendiri tidak duga. Sekarang kami sudah saling follow setelah aku mengunfoll-nya lebih dari satu semester. Dia kenal aku saja sudah cukup. Entah sebagai reporter yang pernah mewawancarainya, anggota konyol di kepanitiaan itu, atau mahasiswa dengan jurusan yang sama, itu cukup.
Loh, kok bahasannya jadi ke mana-mana. Hm, intinya sih blokir memblokir pilihan. Juga, alasannya beragam. Bisa pake logika bisa pake perasaan. Aku sendiri ketika tanpa ba bi bu memblok orang itu, tak ada alasan rasional di pikiran. Dia tidak salah apa-apa. Hanya aku yang kesal dan terganggu dengan pikiranku sendiri. Mungkin kenalanku yang diblokir teman laki-lakinya itu, bisa saja berada di posisi seperti orang sejurusanku tadi. Tapi, tentu pemikiran logika dibutuhkan. Introspeksi diri diperlukan jika ada di posisi terblokir. Lalu berpikir, di mana semua bermula dan bagaimana mengakhiri. Mungkin aku bukan orang yang memiliki pikiran yang berlogika atau perasaan yang tulus. Tapi, keseimbangan diperlukan. Ah, ngantuk. Selamat malam~
27 Mei 2020
Ya, gimana dong?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar