Minggu, 03 Mei 2020

Mbak dan Mbak


Tok tok, hai!

Sudah hari ke tiga challenge Bang Wiro ya? Hmm, kacel. Tulisan pertama tentang pabrik roti itu terjeda sama maling bangsat. Menarik ingatan masa lalu itu buatku sulit sekali. Tapi tetap sih, aku suka. Hehe. Hanya, ketika menyadari banyak hal lain yang terus menerus terjadi di kehidupan sekarang, ya gimana ya, pikiran jadi nggrambyang.
Terlepas dari segala hal yang terjadi akhir-akhir ini, kebetulan aku baru saja melihat suatu hal yang sedikit jadi pikiran. Masih ada sedikit hubungan dengan kisah di pabrik roti sih. Cuma ya ini versi present-nya gitu loh.

Inget ada tokoh bernama Mbak Nana? Mbak-mbak yang waktu wawancara dan panggilan kerjanya bareng aku. Setelah dia menikah kami lost contact. Aku masih menyimpan nomer what's app-nya sih, tapi sepertinya suaminya yang make nomer itu. Akun medsosnya juga. Oh iya, aku dan mbak Nana sama-sama bertahan lama (wah spoiler kisah past-nya ini), cuma karena Mbak Nana menikah dia undur diri dulu. Nggak lama aku keluar juga, hehe.
Mbak Nana ini salah satu tempat curhatku. Kondisi pabrik yang banyak memunculkan gibah sesama karyawan, membuat teman yang tidak termasuk ulo weling sangat susah. Aku tidak tahu pasti sih gimana  Mbak Nana dihadapan orang lain, cuma menurutku dia salah satu orang yang bisa dipercaya. Diajak diskusi, sambat, dan saling curhat. Umur yang terpaut enam tahun bukan penghalang. Aku belajar banyak dari ketekunan dan kesabarannya. Tidak seperti wajahnya yang masih terlihat muda, lebih dari itu dia sangat dewasa. Ah, aku jadi teringat teman kampus yang seperti mbak Nana ini.

Hmm ada nggak sih diksi lain selain sahabat buat ngegambarin teman yang bener-bener teman? Agak gimana gitu, ehe.

Ya gitu sih, Mbak Nana seperti halnya dia. Ah, halo Eon--nama temenku tadi--meski mungkin kamu tidak segabut itu untuk baca ini, tapi mungkin penyebutan namamu di sini bisa sampe deh. Hehe~

Mbak Nana sering ngasih solusi dan semangat. Dia bisa mengerti keadaanku saat itu. Kenapa aku memilih menjadi potato daripada sweet potato, tentang kejombloanku, tentang keinginan dan cerita-ceritaku, perihal keluarga dan ekonomi, dia mendengarkan. Ah, kali itu tak ada teman selain orang-orang pabrik. Spam chat di grup Line bersama empat sahabat karibku berakhir dengan chatku sendiri. Teman lainnya? Ya, tahu sendirilah. Silakan baca kisah-kisah sebelumnya.

Lain Mbak Nana, lain juga Mbak Ningrum. Dia perempuan sebayaku. Masuk pabrik seminggu atau dua minggu setelahku. Saat itu, aku sudah di mesin suntik (sebutan untuk mesin raksasa pengisi roti krim). Aku sedikit membantunya beradaptasi dengan pekerjaan kami. Memberi tahu cara menumpuk loyang dengan sabar. Kebanyakan anak magang kesusahan melakukannya. Mbak Ningrum salah satunya yang cepat beradaptasi. Menurut ibu-ibu di tim suntik kami, jarang ada anak magang seperti aku dan mbak Ningrum. 

Bicara pendidikan, Mbak Ningrum alumni SMA tetangga. Dia berteman dengan beberapa teman SD-ku. Kami menjadi dekat begitu saja. Dia orang yang ramah. Sama-sama pekerja keras seperti Mbak Nana. Tapi, ambisi kami berbeda. Jika aku ingin kuliah, dia ingin menikah.

Ah, rindu mereka bedua. Pagi tadi, iseng aku menengok timeline Facebook. Mbak Ningrum sudah melahirkan. Anaknya lucu, ya seperti bayi baru lahir pada umumnya. Ya, dia telah menikah. Sepertinya setahun setelah aku keluar dari pabrik itu dia menikah. Suaminya adalah laki-laki yang sering diceritakannya dahulu. Ah, senang mengingat kisah cinta mereka. Dia tidak mengundangku, juga orang-orang pabrik lain sepertinya. Waktu itu juga aku di rantau. Mbak Ningrum sepertinya tidak lagi menyimpan nomerku. Kami berhubungan lewat kolom komentar Facebook. Dulu di pabrik, komunikasi kami lewat grup BBM dan Line. Setelah berhenti dari pabrik, aku tidak pakai itu.

Untuk Mbak Nana, tadi aku iseng bertanya kabar setelah menonton story What's App yang memaparkan gambar dia dan anak perempuannya yang sudah besar. Setelah sekali dibalas, aku tak membalas lagi. Dugaanku, nomor itu dipakai suaminya. Tahu, kenapa aku tahu? Lif. Dia menyebut namaku Lif, bukan Lit. Oke, mungkin ada kemungkinan typo. Tapi, melihat balasannya sesingkat itu, kemungkinan besar dugaanku benar.

Ah, itu dulu kisah hari ini. Aku terlalu lelah untuk berpikir. Hatiku sedang sakit karena suatu hal yang baru saja terjadi. Masih banyak hal lain yang mengejar. Masalah dan masalah, ya ada. Aku berusaha tertawa. Tersenyum dan berusaha terus menulis.

Selamat berisitirahat, semoga bertemu mereka berdua di kisah lainnya :)
3 Mei 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar