Dingin. Angin yang berhembus membawa butiran halus, menusuk-nusuk ditiap celah kulit yang tak tertutupi kain. Bahkan itu hanya air, bukan salju seperti di Eropa--tempat impianku.
Sekilas ku tatap spedometer dan seketika ku pacu motor matic yang bahkan belum menginjak umur jagung. Aku harus bergegas pulang dan mengecek puluhan pesan masuk yang tak lain dari mereka. Semoga saja mereka belum tertidur nanti.
"Verroood"
Lebih dari sepuluh kali masing-masing dari mereka meneriakiku lewat rangkaian huruf itu. Aku hanya tersenyum singkat dan meneruskan membaca satu persatu percakapan mereka dalam ponsel munyilku. Ya, aku langsung masuk ke kamar untuk melepas lelah setiba di rumah. Terang saja, ayah dan ibu pasti telah tidur di kamar mereka dan kakak-kakakku sibuk dengan dunia mereka masing-masing.
"Cepet pulang dong Ame sama Mala, nggak kasihan apa sama aku, sebatang kara disini. Kalian kan tahu Vera kerja melulu, sampe malam lagi. Terus si Hana, terlalu sibuk dengan kuliahnya."
Tulis Aryn dengan banyak emotikon menangis. Aku tersenyum getir membacanya. Aryn telah pulang dua minggu yang lalu dan kami belum bertemu, tepatnya aku yang sibuk. Sibuk menjalani rutinitas membosankan yang menjadi pilihanku. Ah, mungkin takdir karena tak ada pilihan lain. Andai aku berani melompat seperti Mala yang mempertaruhkan diri pada buasnya takdir.
"Akan kupastikan minggu depan kita jalan-jalan. Tinggal menunggu keputusan Vera."
Kata Mala diakhir obrolan mereka. Aku yakin meski sudah berjam-jam yang lalu mereka mengakhiri obrolan itu, pasti belum ada satu dari mereka yang terlelap. Aku hanya terlalu malas mengatakan sesuatu.
Minggu depan? Kapankah itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar